Sunday, December 7, 2014

Menuju Era Blusukan Digital


Blusukan sudah menjadi model kedekatan pemimpin dengan rakyat. Metode yang popular dilakukan oleh Presiden Joko Widodo tersebut kini diikuti oleh banyak pemimpin lain. Blusukan mengandung filosofi kedekatan pemimpin dengan rakyatnya. Melihat, merasakan, menemani dan memberikan solusi secara cepat bagi beragam persoalan rakyat.
Pemimpin yang hadir langsung ditengah rakyatnya menunjukkan relasi yang harmonis. Menunjukkan kedekatan dan menyekat jarak yang semula bagitu jauh antara pimpinan dan rakyatnya. Kehadiran pemimpin secara fisik di tengah rakyatnya akan menumbuhkan semangat, optimisme sebagaimana ungkapan Ki Hajar Dewantara “Ing Madya Mangun Karsa”. Rakyat merasa diperhatikan, ditumbuhkan semangatnya sehingga kemauannya untuk maju akan tumbuh.

Aspek lain yang menjadi ciri khas blusukan adalah spontanitas, realitas dan aktualitas. Bawahan tidak bisa lagi memberikan laporan “asal bapak senang”. Pemimpin yang melihat realitas langsung di lapangan tidak bisa dibohongi dengan laporan rekayasa dari bawahannya. Rakyat bisa menyampaikan keluh kesahnya secara langsung kepada pemimpinya. Sementara pemimpin bisa melihat dengan kasat mata kondisi rakyatnya. Informasi yang diperoleh pemimpin sesuai realitas di lapangan sekaligus bersifat aktual.

Blusukan memang efektif untuk mendapatkan informasi terkini dan terakurat dari lapangan. Meski demikian dengan luas wilayah Indonesia yang mencapai 17 ribu pulau dan tersebar dari Sabang sampai Merauke blusukan secara fisik tentu tidak bisa dilakukan terus-menerus. Blusukan secara fisik membutuhkan waktu, tenaga, dan mobilitas yang bisa menguras energi pemimpin. Selain melihat realita di lapangan seorang pemimpin juga harus memikirkan solusi dari beragam persoalan rakyatnya. Dia harus menjalin relasi, mengembangkan jaringan, menjalin komunikasi dengan legislatif, membina bawahan dan menyelesaikan persoalan administratif yang menyita waktu.

Karena itu untuk menunjang blusukan secara fisik dibutuhkan blusukan digital. Cara ini memungkinkan pemimpin mengakses informasi terbaru dan terakurat tentang rakyatnya. Blusukan digital juga bisa dilakukan dengan cepat dan mencakup wilayah yang lebih luas. Dalam waktu bersamaan seorang pemimpin bisa memantau kondisi pelayanan publik, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, sosial ekonomi di berbagai tempat.

Untuk menjalankan blusukan digital dibutuhkan teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi.  Ruang kerja seorang pemimpin layaknya ruang kendali dimana pemimpin bisa melihat kondisi rakyat dan wilayahnya. Sinergi antara teknologi informasi dan komunikasi, integrasi sistem informasi manajemen dan akurasi basis data sangat diperlukan dalam blusukan digital. Kunci utama dari keberhasilan sistem blusukan digital ini adalah kekuatan jaringan, keterhandalan basis data, dan pembaharuan data yang cepat.

Misalnya pembaharuan data kependudukan yang akurat dan cepat akan mempermudah pemimpin membuat kebijakan kependudukan. Pembaharuan data perdagangan, kenaikan harga kebutuhan pokok yang dilakukan secara rutin dan cepat akan memudahkan pengambilan keputusan ketika terjadi lonjakan harga kebutuhan pokok yang tidak wajar. Integrasi dengan CCTV yang terpasang di berbagai penjuru akan memudahkan pemantauan kondisi jalan yang rusak, kemacetan, dan kemajuan pembangunan infrastruktur.
Beberapa program pemerintah saat ini sedang mengarah ke era blusukan digital. Salah satunya adalah rencana Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi yang menggagas 5 ribu desa online di seluruh Indonesia. Desa-desa ini akan menjadi proyek percontohan untuk sistem jaringan koneksi online untuk pemantauan kucuran dana desa di tahun 2015. Melalui sistem ini pemerintah bisa melihat kondisi desa yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia dengan cepat.

Prioritas utama dari program ini adalah desa-desa yang tersebar di daerah perbatasan. Kondisi desa di daerah perbatasan sangat memprihatinkan. Kondisi infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan dan layanan public lainnya sangat jauh tertinggal. Karena itu dibutuhkan akselerasi pembangunan yang nyata. Daerah perbatasan adalah beranda bangsa sekaligus simpul-simpul persatuan yang harus dijaga. Tanpa upaya nyata untuk mengembangkan daerah perbatasan maka ancaman disintegrasi bangsa akan semakin kuat. Desa-desa di daerah perbatasan akan memilih bergabung dengan negara lain yang mampu memberikan perhatian dengan lebih baik.

Blusukan digital akan mampu menghasilkan potret kondisi desa dan penduduknya secara cepat dan massif. Pemerintah bisa memantau langsung kemajuan pembangunan desa.  Memastikan bahwa dana alokasi pembangunan desa bermanfaat sebagaimana mestinya.

Di Jawa Tengah

Salah satu kota di Jawa Tengah yang siap menerapkan konsep blusukan digital adalah Pekalongan. Perkembangan teknologi informasi berbasis open source telah mendorong kota ini menuju kota broadband (pita lebar). Data dari Pemkot Pekalongan menunjukkan saat ini sudah sekitar 90% terkoneksi jaringan fiber optic yang dipasang secara mandiri. Jaringan ini sangat bermanfaat untuk membangun sinergi online dari berbagai program dan layanan pemerintah. Sementara pusat ruang kendali dan monitor akan terpasang di kantor walikota. Melalui layar terkoneksi tersebut pemimpin bisa melakukan berbagai blusukan digital terhadap persoalan yang dihadapi masyarakatnya.

Daerah-daerah lainnya bisa menerapkan konsep yang sama atau mengembangkan konsep lain yang sesuai karakteristik daerah. Semakin banyak daerah yang siap melakukan blusukan digital akan membawa Jawa Tengah lebih maju. Pelayanan publik lebih baik dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Tidak menafikan hakekat blusukan

Blusukan secara fisik memiliki keterbatasan waktu, jangkauan dan kecepatan. Sehingga blusukan digital bisa menjadi solusi pendukung yang tepat. Meski demikian blusukan secara fisik tetap diperlukan karena hakikat kedekatan pemimpin dengan rakyatnya terwujud disini. Kehadiran blusukan digital hanya menunjang kinerja seorang pemimpin. Mempermudah, mempercepat dan memperluas jangkauan, bukan menafikan hakekat blusukan.

Kehadiran teknologi hanya bersifat mendukung, mempermudah dan tidak berarti menafikan hakekat dari sebuah aktifitas manusia. Blusukan secara fisik tetap diperlukan untuk membangun relasi harmonis pemimpin dengan rakyatnya. Sementara blusukan digital hanya bersifat menunjang dari sisi kecepatan dan keluasan akses.

Tuesday, October 7, 2014

Audit Jaringan PLN


Hari Kamis 2 Oktober 2014 yang lalu terjadi kebakaran hebat menghanguskan ratusan kios pedagang souvenir di area Candi Borobudur Magelang. Berita kebakaran yang terjadi di areal Candi Borobudur tersebut tersebar melalui media cetak, elektronik, blog, media sosial dengan beragam spekulasi penyebabnya. Dari beragam spekulasi penyebab kebakaran, korsleting jaringan listrik menjadi salah satu yang ramai diperbincangkan. 
sumber gambar: Foto: Tri Joko Purnomo/detikcom

Setiap kali ada kasus kebakaran biasanya korsleting listrik menjadi penyebab yang sering diungkapkan. Buruknya jaringan listrik di rumah, kantor maupun pabrik ditengarai menyumbang potensi terjadinya kebakaran. Perumahan, pasar, pabrik, sekolah, instansi pemerintah maupun swasta tidak luput dari amukan si jago merah. Data dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta menunjukkan bahwa 60 persen penyebab kebakaran diduga karena korsleting listrik. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan korsleting listrik harus menjadi prioritas sebagai bagian dari upaya pencegahan bencana. 
Konsleting listrik bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: jaringan yang tidak berkualitas, bahan yang buruk, beban yang menumpuk pada satu titik, hingga penggunaan alat elektronik yang berlebihan. Semuanya bermuara pada perilaku manusia yang lalai mulai dari proses pemasangan jaringan, pemeliharaan, dan pemanfaatan jaringan listrik. 
Korsleting listrik. Sumber gambar disini
 Masyarakat pada umumnya tidak terlalu peduli pada kualitas jaringan listrik di rumahnya. Hal ini nampak dari sisi kualitas pemasangnya hingga bahan yang digunakan. Jaringan listrik rumah tangga seringkali dipasang bukan oleh ahlinya sehingga tidak memenuhi standar keamanan. Ketika proses pembuatan rumah, biasanya sekaligus dipasang jaringan listrik. Tukang batu yang dipekerjakan sering berperan ganda sekaligus sebagai pemasang jaringan listrik. Sering juga kebiasaan memasang jaringan listrik dilakukan oleh tetangga, kenalan yang sudah dianggap biasa memasang jaringan meskipun dia tidak memiliki sertifikat dan kualifikasi yang sesuai. Kondisi ini diperparah dengan pemilihan bahan yang tidak memenuhi standar, contohnya kualitas kabel yang tidak memenuhi standar SNI.Kabel-kabel tua yang sudah mengelupas masih dipakai tanpa menyadari bahaya yang ditimbulkan.
Carut marut pemasangan dan bahan masih diperparah dengan perilaku penggunaan listrik dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan satu steker untuk beberapa alat elektronik membuat steker meleleh sehingga berpotensi menimbulkan kebakaran. Dalam tahap pemeliharaan juga setali tiga uang. Pemilik rumah idealnya melakukan pembaharuan jaringan listrik di rumahnya setiap 10 tahun. Hal ini penting agar kualitas jaringan terpelihara dengan baik. Kenyataannya banyak sekali bangunan yang sudah lebih dari 20 tahun tanpa pembaharuan jaringan listrik. 
 
Satu steker untuk banyak alat elektronik, Berbahaya !! sumber gambar disini

Audit Jaringan

Kebakaran yang diakibatkan oleh korsleting listrik sudah menimbulkan banyak korban dan kerugian. Karena itu semestinya segera dilakukan audit jaringan listrik di perumahan, perusahaan maupun instansi. Audit ini penting untuk memastikan keamanan jaringan. Pertanyaannya siapa yang akan melakukan pengecekan standar kualitas jaringan di rumah-rumah?
Melalui tulisan ini saya memberikan beberapa usulan terkait audit jaringan PLN. Semuanya tentu tidak bisa dibebankan kepada PLN, butuh kerjasama dari semua lapisan masyarakat karena masalah korsleting listrik bukan hanya masalah PLN. Masyarakatlah yang menanggung kerugian terbesar akibat kebakaran, karena itu kita semua harus aktif terlibat untuk mengatasi persoalan ini. Beberapa hal yang isa dilakukan adalah:
  • PLN bisa menggandeng RT dan RW untuk melakukan audit jaringan listrik ke rumah warga. Biasanya setiap bulan sekali di setiap RT ada kegiatan kerja bakti. Acara ini bisa dimanfaatkan untuk mengajak warga melakukan kegiatan audit jaringan listrik di rumahnya. Petugas PLN bersama warga melakukan pengecekan jaringan kemudian memberikan rekomendasi jika memang kondisi jaringan tidak memenuhi standar. 
  • Membuat satuan tugas khusus di setiap kantor regional setingkat kecamatan untuk melakukan supervise jaringan. Tim ini bertugas untuk melakukan monitoring sekaligus pelatihan pemasangan listrik yang sesuai standar PLN. Pada umumnya di kampung maupun perumahan ada orang yang dipercaya untuk memasang listrik di rumah warga. Celakanya seringkali mereka tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi yang memadai. Karena itu satuan tugas ini bisa menggandeng mereka untuk memberikan pelatihan cara pemasangan instalasi listrik yang benar. Jika mereka telah memenuhi standar kompetensi yang ditentukan bisa diberikan sertifikat sebagai bukti kualitas mereka. 
  • Untuk perumahan yang kosong tidak berpenghuni meskipun rutin membayar listrik saya anjurkan aliran listrik di rumah tersebut untuk sementara dimatikan. Di perumahan tempat saya tinggal banyak rumah yang kosong karena pemiliknya punya lebih dari satu rumah. Rumah-rumah kosong tersebut tetap memiiliki aliran listrik karena pemilik rumahnya rutin membayr tagihan setiap bulan. Beberapa kali keberadaan rumah kosong tak berpenghuni tersebut menyebabkan korslteing listrik yang menimbulkan percikan api. Kondisi ini tentu menghawatirkan bagi tetangganya. Sementara kondisi rumah di perumahan selalu menempel satu sama lain sehingga mudah terjadi kebakaran. Karena itu untuk sementara selama rumah tersebut kosong  aliran listrik dimatikan. Penghuni bisa mengajukan penghidupan listrik kembali setelah mereka menempati rumah tersebut.
     Edukasi 
      Untuk melakukan pengawasan jaringan petugas keterlibatan masyarakat sangat diperlukan. Merekalah yang setiap hari berinteraksi satu sama lain sehingga mengetahui perkembangan setiap saat di lingkungannya. Karena itu idealnya setiap masyarakat memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pengawasan dan pencegahan kebakaran akibat korsleting listrik.Untuk itu diperlukan  edukasi secara periodik dan isntensif dengan memanfaatkan jaringan di RT. Acara pertemuan setiap bulan bisa di manfaatkan untuk mengingatkan warga pentingnya melakukan pengecekan rutin kualitas jaringan di rumahnya. Selain itu juga memberikan pengetahuan dasar tentang kualitas jaringan listrik, cara pencegahan kebakaran, dan tips-tips ringan untuk merawat jaringan listrik di rumahnya. Dengan edukasi yang intensif pengetahuan dan kesadaran warga akan tumbuh. Pada aihirnya kebakaran listrik yang disebabkan oleh korsleting bisa diminimalisasi.

 

Sunday, June 29, 2014

SEBUAH RENUNGAN UNTUK PENDIDIKAN KITA

Pagi itu Walid harus sekolah, jam dinding menunjukkan pukul 05.15 pagi. Ayahnya baru pulang dari masjid. Seperti biasa sang ayah selalu berusaha untuk membangunkan Walid supaya bisa berangkat sekolah. Walid mudah dibangunkan kalau dibujuk dengan makanan, tetapi kalau dibangunkan untuk berangkat sekolah dia pasti menolak. Sang ayah sudah tahu kebiasaan tersebut. Jadilah pagi itu segelas susu hangat menjadi senjata ayah untuk membangunkan Walid. Usaha ayah berhasil, Walid bangun dengan semangat untuk minum segelas susu, selanjutnya dia mudah dibujuk untuk mandi dan siap-siap berangkat sekolah.
Di kamar lainnya, sang kakak Rijal sedang bersiap untuk berangkat sekolah. Meskipun baru kelas satu SD, tas yang harus digendongnya sudah penuh sesak dengan buku. Jadilah tubuh kecil Rijal harus menanggung beratnya tas yang penuh seabrek buku. Belum lagi tentengan tempat bekal makan dan minum yang juga harus dibawa. Sang ayah menggeleng kepala, di usia yang masih kecil, anak-anaknya sudah harus menanggung beban pendidikan yang begitu berat. Sejak usia dini mereka sudah harus belajar membaca, menulis dan berhitung. Padahal sesungguhnya di usia mereka, saat bermain adalah masa yang indah. Sang ayah merenung mengingat kembali masa kecilnya, ketika seusia Walid dan Rijal dia bisa bermain sesukanya. Tidak harus dibebani dengan jadwal sekolah yang berat. Jaman dulu belum ada PAUD bahkan TK saja baru di kota-kota besar. Pendidikan formal pertamanya di bangku SD itupun tidak harus dengan membawa seabrek buku yang begitu berat. Pulang sekolah dia masih bisa main sepuasnya, tak seperti anak-anaknya yang setelah pulang masih dikejar PR.
Kondisi Walid dan Rijal masih lebih baik karena saudara-saudara mereka di tempat lain menghadapi beragam persoalan pelik. Sebagian dari mereka harus bertaruh nyawa untuk bisa sampai ke sekolah. Menyeberangi jembatan maut yang setiap saat bisa runtuh karena sudah tidak layak dilewati.
Sumber foto: antaranews.com
Di tempat lain, sebagian pelajar harap-harap cemas karena gedung sekolahnya sudah lapuk. Sambil belajar mereka juga harus memikirkan keselamatan dirinya jika sewaktu-waktu gedung sekolah mereka ambruk. Di jenjang pendidikan menengah, kita selalu mengelus dada ketika tawuran pelajar tidak kunjung selesai. Narkoba dan tindakan kriminalitas pelajar meningkat setiap tahunnya. Di level pendidikan tinggi juga setali tiga uang. Tawuran antar mahasiswa, plagiarisme dan pengangguran terdidik yang diproduksi tiap tahun seolah tidak ada ujung pangkalnya. Isu ujian nasional yang dikaitkan dengan system dan pemerataan pendidikan juga selalu mengemuka setiap tahun.
Persoalan pendidikan Indonesia mencakup sistem pendidikan, ketersediaan sarana prasarana, kemanfaatan pendidikan, kordinasi atar level pendidikan, dan sumber daya manusia. Tidak dipungkiri bahwa pendidikan adalah investasi masa depan sebuah bangsa. Jika salah urus maka eksistensi sebuah bangsa dipertaruhkan. Pada tulisan ini saya ingin membahas persoalan pendidikan dengan fokus pada dua hal yaitu: pendidikan karakter sejak dini dan pemerataan akses.
Pendidikan Karakter
Buat apa pinter kalau tidak jujur, buat apa berprestasi kalau kehilangan integritas, kenapa harus jenius kalau tidak bisa menghormati orang tuanya. Sia-sialah menuntut ilmu ke berbagai penjuru dunia, kalau tidak bisa mengabdi buat bangsanya. Semestinya bertambahnya ilmu membuat seseorang lebih baik karakternya. Bukan sebaliknya menjadi pribadi yang culas, oportunis, serakah, tamak, dan kehilangan rasa hormat terhadap sesama. Ini masalah pendidikan kita, bukan sekedar pintar tetapi juga mampu menjadi karakter yang baik, karena hakekat sesungguhnya dari pendidikan adalah karakter kemanusiaannya.
Pendidikan karakter sejak dini berarti memulai dari keluarga. Nilai-nilai yang melekat kuat dalam diri seseorang dibangun dari internalisasi dalam keluarga. Pada kenyataannya kondisi ini justru yang banyak dilupakan. Mereka memulai pendidikan justru dari lingkup formal. Orang tua menyerahkan anaknya sejak dini kepada orang lain atau institusi pendidikan yang terkadang tidak mengutamakan pendidikan karakter.
Sebagai contoh, sejak kecil anak dididik oleh pembantu karena orang tuanya sibuk bekerja. Di usia 3-5 tahun mereka dimaksukkan ke PAUD atau TK dengan harapan mendapatkan pendidikan formal yang baik. Di tingkat pendidikan yang semestinya mengedepankan penguatan karakter, justru anak dibebani dengan baca, tulis, hitung yang kemudian dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pendidikan. Sehingga, ketika anak tidak mampu mengikuti standar pendidikan tersebut, orang tua merasa khawatir dan menganggap anak mereka tertinggal dari yang lain. Namun ketika anak menunjukkan karakter jujur, berani, peduli, berjiwa social tetap dianggap biasa hanya karena belum bisa baca, tulis dan hitung. Pintar dari aspek akademis tanpa dibarengi karakter kuat sejak dini justru berpotensi melahirkan kerusakan.
Setiap orang tua semestinya memahami kondisi ini sehingga mengambil peran penuh dalam pembentukan karakter putra-putrinya. Pendidikan formal hanya bersifat membantu dan memberikan bekal akademis, sementara pembentukan karakter yang kuat ada di keluarga dan lingkungan tempatnya tumbuh.
Untuk menunjang keberhasilan pendidikan karakter instrument pendidikan formal yang harus disiapkan dengan matang adalah sosok guru. Mereka yang menjadi guru haruslah sosok terbaik dari sisi prestasi akademik, karakter sebagai pendidik, motovasi dan metode dalam mendidik Karena guru adalah actor utama dalam keberhasilan pendidikan. Maka mereka haruslah sosok terbaik sehingga bisa menghasilkan generasi terbaik.
Pemerataan Kesempatan
Kita yakin kalau bangsa ini tidak kekurangan potensi sumber daya manusia. Di berbagai penjuru tanah air bertebaran anak bangsa yang hebat. Persoalanya bisakah mereka mendapat kesempatan merasakan pendidikan yang layak?fasilitas yang memadai?dan kesempatan untuk menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi yang terbaik bagi bangsa ini?.
Tidak dipungkiri persoalan pemerataan kesempatan dalam mengakses pendidikan masih menjadi masalah bagi keberhasilan pendidikan kita. Mereka yang pintar dan bersemangat tidak bisa mengakses pendidikan karena masalah ekonomi, letak geografis, sampai ketiadaan sarana pendidikan di sekitarnya. Banyak sekali potensi bangsa yang memiliki kesempatan untuk maju dan berkembang. Sayangnya tidak semua memiliki kemampuan akses dan pendanaan untuk meningkatkan kompetensinya. Pemerintah sudah menggulirkan program wajib belajar gratis sampai dengan tingkat SMA ada juga dana BOS yang digunakan untuk membantu operasional sekolah. Meski demikian ternyata persoalan pendidikan yang disebabkan oleh factor ekonomi masih dominan.
Inilah tantangan dunia pendidikan kita. Pertama bagaimana membentuk karakter peserta didik dengan baik dan kedua memastikan setiap potensi bangsa bisa mengakses pendidikan yang layak.

Monday, May 5, 2014

Stop Impor! Mari Berdaulat Pangan

Negara dengan luas lahan yang luar biasa kok impor pangan.
Negara agraris, kok beras saja tetap impor, buah impor, daging impor.
Punya lautan luas, kok memenuhi protein warga negaranya saja harus impor.
Apa yang salah sebenarnya dengan negara ini. Apakah potensi sumber daya alamnya kurang? Apakah jumlah petaninya kurang? Apakah tanah kita tidak subur? atau laut kita tidak lagi menghasilkan ikan? jangan-jangan tanah di bumi pertiwi sudah tidak mau lagi menghasilkan pangan, karena berkali-kali dicemari, dirusak?
Kalau mencermati kondisi Indonesia, semestinya kita tidak hanya memiliki ketahanan pangan yang kuat, tetapi juga memiliki kedaulatan pangan. Kalau ketahanan pangan hanya berbicara kecukupan, pemerataan dan keadilan dalam memperoleh pangan. Sementara kedaulatan pangan lebih dari itu, tapi kita bisa mencukupi, merata dan adil dengan berdiri diatas kaki sendiri, bukan impor lagi. Lebih dari itu kita semestinya menjadi eksportir pangan, bukan lagi importir. Punya ketahanan pangan, berdaulat, dan juga mampu jadi ekportir pangan.
Mengaca
Mari kita mengaca, supaya bisa melihat wajah pangan negeri ini dengan jelas. Kenapa tidak berdaulat pangan dan kenapa tergantung impor. Mungkin ada yang menjawab, banyak lahan pertanian yang beralih fungsi ditanami rumah dan gedung-gedung. Atau ada yang beralibi kalau jumlah penduduk kita kebanyakan jadi butuh banyak pangan. Atau beralasan lagi generasi muda pada malas jadi petani jadi banyak lahan yang nganggur.
Nah ini tipikal kita, kalau disuruh cari alasan pasti banyak, pokoknya pintar cari alasan. Walaupun alasanya masuk akal tetap saja menunjukkan lemahnya mental kita. Setiap bangsa pasti punya masalah dengan ketahanan dan kedaulatan pangan tapi persoalanya mengeluh saja tidak cukup. SUdah tahu masalahnya apa, sekarang tinggal bagaimana kita menyelesaikan masalah itu.
Punya lahan pertanian luas, punya sumber daya manusia banyak kok tidak bisa berdaulat pangan berarti ada yang salah urus di negeri ini. Lahan produktif kok beralih fungsi ditanami rumah dan gedung, berarti ada yang gak beres. Generasi muda pada malas jadi petani berarti ada yang tidak benar dalam dunia pertanian kita.
Stop Impor, mungkinkah?
Kita harus jujur kalau ketergantungan kita terhadap impor pangan sangat kuat. Pertanyaannya mungkinkah berhenti impor pangan? atau setidaknya beranikah pemerintah menghentikan impor pangan?
Kata pepatah: man jadda wajada: kalau bersungguh-sungguh pasti bisa
Kalau bangsa ini mau bersungguh-sungguh untuk berdaulat pangan pasti bisa. kalau sejauh ini belum bisa, mungkin karena kita tidak bersungguh-sungguh untuk mencapainya.
Bagaimana langkahnya, ini beberapa hal yang mungkin dilakukan sepanjang ada kemauan kuat.
1. Produk pangan lokal untuk bisa bersaing membutuhkan stimulus. Permudah bibitnya, dengan menyediakan bibit berkualitas dan terjangkau. BErikan kemudahan untuk mendapatkan pupuk. Jangan pas musim tanam justru pupuk menghilang. Berikan kemudahan permodalan sehingga petani kita bisa bercocok tanam.
2. Menjaga harga produk pertanian: Harga produk pertanian kita selalu kalah dengan barang impor. Sudah impor kok harganya lebih murah dari pangan lokal?. Penyebabnya karena di negaranya mereka mendapatkan insentif dari pemerintahnya sehingga harganya bisa bersaing di pasar internasional. Di kita, petani seolah disuruh bertarung sendiri melawan kapitalisme perdagangan. Nah ini sulit. Bantu modal petani, jaga harganya supaya petani bisa bersaing.
3. Supaya generasi muda mau menjadi petani gimana caranya?. Jadikan profesi petani menjadi profesi yang menjanjikan.
Selama menjadi petani identik dengan kemiskinan, kekurangan, keterbelakangan maka jangan harap generasi muda menjadi petani. Jadikan profesi petani sebagai profesi yang meyakinkan untuk masa depannya.
JAdi menghentikan impor dan berdaulat pangan bukanlah hal yang tidak mungkin. Selama ada kemauan, kesungguhan dan political will yang kuat dari pemerintah semua bisa terwujud. Namun perlu diingat, kalau kebijakan pemerintah tidak akan sukses kalau tidak didukung dengan perilaku positif masyarakat.
Jadi biasakan pergi ke pasar tradisional, beli produk pangan lokal.
Gak usah gengsi membeli buah lokal, tidak usah silau dengan buah impor.
Yakinlah beras lokal kualitasnya bagus, jangan berharap pada beras impor. So stop impor dan mari berdaulat pangan.