Tuesday, July 23, 2013

Representasi Dalam Fiksi

Representasi dalam dunia fiksi menandakan keberadaan sosial: ketidakhadiran berarti simbol kelenyapan. Terperangkap dalam suatu peristiwa dan menjadi korban oleh seseorang menandakan ketidakberdayaan sosial; kemampuan untuk merangkul suatu peristiwa, untuk bertindak bebas, secara tegas, dan efektif adalah tanda-tanda dari kepentingan dramatis dan kekuatan sosial. Nilai-nilai dan kekuatan-kekuatan masuk dalam permainan melalui karakterisasi; bagus adalah tipe tertentu dari ketertarikan; jahat adalah kepribadian yang rusak, dan kebenaran adalah kekuatan yang pasti menang. Jalan cerita membentuk suatu hal penyebab menjadi sebuah aturan dramatis. Kekerasan menjadi kunci penting di dunia fiksi semacam itu. Sebab itu merupakan arti dari dramatis yang sederhana dan murah untuk menunjukkan aturan dari permainan kekuatan. Dalam sebuah kehidupan nyata, kekerasan cenderung halus, pelan, kecil, tidak kelihatan bahkan impersonal. Melawan dengan kekerasan fisik dalam kehidupan nyata sangatlah jarang bahkan lebih membuat sakit daripada membuat takut. Akan tetapi dalam dunia simbol, keterbukaan dari gerak fisik membuat dramatisasi terlihat daripada kehidupan nyata yang cenderung tersembunyi. Simbol kekerasan seperti pamer kekuatan, membuat kejahatan yang sebenarnya menjadi lebih gampang untuk dilakukan dan tentunya menghibur (Gerbner & Gross,1981:246).
Kemudian Nimmo yang disunting Jalaludin Rakhmat bahwa dalam komunikasi orang bertukar citra ataupun makna. Makna ini dituangkan melalui lambang-lambang sehingga unsur primer dalam pembicaraan ini adalah lambang, hal yang dilambangkan dan interpretasi yang menciptakan lambang yang bermakna (Liliweri,1991:23-24). Penggambaran kekerasan dapat diperlihatkan dengan cara membunuh dan interpretasi pembunuhan tersebut salah satunya dengan menusukkan pedang.
Pada dasarnya suatu teks film merupakan akumulasi dari ide-ide banyak orang dan ditujukan pula pada banyak orang. Oleh sebab itu film seringkali dinyatakan sebagai gambaran dari realita yang sedang berlaku ditengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang yang lalu tidak dapat memisahkan antara realita dengan penggambaran-penggambaran di dalam teks media film. Pada tahapan konotatif, produksi makna dari suatu teks film pada umumnya menghasilkan sesuatu yang bersifat kultural bahkan ideologis (Gurevitch dalam skripsi Ravianto 2001:10), dalam hal ini teks yang disajikan dalam anime Rurouni Kenshin banyak mengandung kalimat yang bermuatan tentang arti hidup seperti tujuan hidup, keyakinan diri, kehidupan dengan sesama dan nilai-nilai dalam kehidupan seperti kasih sayang, persahabatan, pengkhianatan. Hal inilah yang memberikan aspek kultur yang berbeda dengan film-film kartun animasi milik Amerika.
Film anime Jepang menitikberatkan pada kesungguhan diri, hati nurani serta perjuangan dalam hidup yang tentunya berbeda dengan film kartun Amerika yang berusaha menampilkan kisah heroisme dan kehebatan diri. Dalam menyampaikan pesannya, film dalam konteksnya sebagai media komunikasi massa sering menggunakan bentuk-bentuk simbolik.
Analisis dari pesan-pesan media massa cukup penting bagi suatu komunikasi massa yang dapat dipahami, karena manusia punya kecenderungan untuk menganggap pesan makna adalah sesuatu yang terjadi dengan semestinya (Woollacott dalam skripsi Esther 1999:1). Jadi dalam hal ini anime menyampaikan pesan kepada audiensnya diwarnai juga dengan perilaku pro-sosial dan juga anti-sosial.
Segala perilaku yang dilakukan manusia terbentuk karena adanya proses internal dalam diri organisme seperti pikiran / kognisi, afeksi dan kemampuan. Perilaku atau perbuatan seseorang disebabkan oleh suatu esensi dari manusia dan akan tampak bila manusia berhubungan dengan manusia lain dalam kontak sosial. Sarwono (1983:16) mendefinisikan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan individu yang satu dengan yang lain. Sehubungan dengan hal tersebut dikatakan Toha (1986:35) bahwa perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari antara individu dengan lingkungan. Perilaku tidak hanya terdiri dari tindakan-tindakan yang tak nampak/internal.
Sears (1988:138) mengatakan bahwa perilaku merupakan kesiapan individu untuk bersikap terhadap obyek. Perilaku terbentuk karena adanya sikap dalam diri seseorang terhadap obyek. Senada dengan pendapat tersebut Lindgren & Byrne (1971:691) mendefinisikan perilaku sebagai suatu aksi yang ditampilkan individu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu yang dapat diamati atau diobservasi.
Mengenai perilaku pro-sosial yang terdapat pada tayangan televisi menurut beberapa pendapat para ahli perilaku pro-sosial dapat didefinisikan berbagai macam, perilaku pro-sosial secara sederhana diartikan sebagai perilaku yang memberi keuntungan pada orang lain (Staub,1978:2). Perilaku pro-sosial sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari (Sears,1991:48). Perilaku pro-sosial ini meliputi altruisme, saling membantu, saling menghibur, persahabatan, pertolongan, penyelamatan, perngorbanan, kemurahan hati, saling membagi dan cara menanggapi orang lain dengan simpati dan wujud kerjasama. Kemudian perilaku pro-sosial dapat juga diartikan sebagai perilaku sukarela yang dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan orang lain atau kelompok lain (Raven & Rubin,1983:309). Selain itu perilaku pro-sosial dipandang juga dari segi moralitas, moralitas yang dimaksud adalah yang mengarah pada kesejahteraan orang lain sehingga perilaku pro-sosial diartikan sebagai tindakan yang mengarah pada kesejahteraan orang lain meliputi kerjasama, dermawan dan menolong (Berndt,1992:637). Hal serupa juga dikemukakan oleh Sears bahwa perilaku pro-sosial meliputi tindakan menolong atau yang direncanakan untuk menolong orang lain (Sears,1994:404).
Perilaku pro-sosial menurut Gerungan (1991:63) mencakup perilaku yang menguntungkan orang lain yang mempunyai konsekuensi sosial yang positif sehingga akan menambah kebaikan fisik maupun psikis. Hal ini selaras dengan pendapat William (1981:97) bahwa perilaku pro-sosial merupakan perilaku untuk mengubah keadaan fisik/psikologis orang lain dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan sehingga penolong akan merasa bahwa penerima menjadi lebih sejahtera/puas secara materiil/ psikologis.
Kesimpulan pengertian perilaku pro-sosial dari uraian di atas adalah segala sesuatu yang dilakukan individu pada individu lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang membawa akibat/konsekuensi positif dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan bagi individu lain yang menjadi pasangan interaksinya sehingga penolong akan merasa penerima menjadi terpenuhi kebutuhannya secara materi/psikologis. Tindakan disini bersifat nyata dan dapat diamati/ diobservasi orang lain.
Inspirasi dari teman: RIsang Pradana

Sunday, July 21, 2013

UPAYA MEMBINA KEPEKAAN SOSIAL

Oleh: Imam Asy-Syafi’i

Biarkanlah hari-hari berbuat semaunya
Berlapang dada-lah jika takdir menimpa

Jangan berkeluh-kesah atas musibah di malam hari
Tiada musibah yang kekal di muka bumi
Jadilah laki-laki tegar dalam menghadapi tragedi
Berlakulah pema’af selalu menepati janji


Bulan suci ramadhan kembali menghampiri kita tahun ini. Umat islam di berbagai tempat menyambutnya dengan gembira. Seperti tahun-tahun sebelumnya semarak ramadhan terjadi di berbagai tempat. Di banyak masjid, gang, mushalla, tempat-tempat umum, kampus maupun perkantoran terpampang spanduk yang berisikan ucapan menyambut datangnya bulan penuh berkah ini. Beragam kegiatan telah direncanakan untuk menyemarakkan bulan suci ini.
Masjid dan mushalla yang pada hari-hari biasa sepi akan segera penuh sesak dengan jamaah yang datang untuk menunaikan ibadah shalat tarawih bersama. Di bulan yang penuh keutamaan ini nampaknya setiap muslim tidak mau ketinggalan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Tidak salah memang jika umat islam menyambut datangnya ramadhan dengan suka cita, karena di bulan yang mulia ini merupakan kesempatan untuk memperbanyak amalan dan mendulang keutamaan sebanyak mungkin.
Amal kebajikan yang dilakukan seorang muslim di bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya dibanding amalan-amalan di bulan lain. Sehingga sangat disayangkan jika seoarang muslim tidak memanfaatkan kesempatan di bulan puasa ini untuk berbuat kebajikan sebanyak mungkin.
Jamaknya tempat lain, semarak ramadhan juga terjadi di kampus. Segenap civitas akademis kampus tidak mau ketinggalan untuk ikut menyemarakkan bulan ini. Beragam kegiatan seperti buka puasa bersama, kajian agama, bazar amal, shalat tarawih bersama, tabligh akbar, seminar dan sebagainya begitu mewarnai suasana ramadhan di kampus. Suasana kampus yang biasanya kering dari sentuhan nilai-nilai spiritual menjadi begitu berbeda di bulan suci ini.
Masyarakat kampus yang biasanya larut dalam pergulatan intelektual yang seringkali mengabaikan sisi-sisi spiritual seakan terpanggil kembali untuk mengisi kebutuhan ruhaniahnya. Kampus pun menjadi layaknya pesantren dadakan bagi para penghuninya.
Nilai Sosial Puasa
Secara bahasa puasa sering diartikan sebagai upaya menahan diri. Tentu saja bukan hanya menahan diri dari makan, minum, dan perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa lainnya, tetapi juga merupakan sarana berlatih untuk menahan diri dari hawa nafsu. Tujuan mulia lainnya dari ibadah puasa adalah menggugah kepedulian dan kepekaan terhadap keberadaan kaum fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan bantuan. Ibadah puasa di bulan ramadhan adalah ibadah yang memiliki keunikan dan karakteristik tersendiri dibanding ibadah-ibadah lainnya. Tidak seperti ibadah lainnya, ibadah puasa memiliki dimensi sosial tersendiri yang terdapat dibalik hikmah pensyariatannya.
Dimensi sosial dibalik pensyariatan ibadah puasa yaitu dengan puasa diharapkan lahirnya rasa persamaan, kesejajaran, kepedulian dan kebersamaan diantara sesama umat islam. Umat islam adalah umat yang sama, makan pada waktu yang sama dan berpuasa pada waktu yang sama pula. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin dalam menjalankan ibadah ini. Tidak seperti ibadah haji misalnya yang hanya disyariatkan bagi mereka yang memiliki kemampuan secara finansial, ibadah puasa tidak mensyaratkan hal itu.
            Si kaya yang terbiasa berkecukupan akan merasakan bagaimana susahnya menahan rasa lapar dan dahaga yang dialami oleh mereka yang kekurangan. Sehingga pada akhirnya timbul kasih sayang diantara sesama umat. Setiap muslim semestinya ingat bahwa ibadah puasa yang dilakukannya memiliki fungsi sosial. Dengan puasa, seseorang akan lebih sadar dengan penderitaan fakir miskin yang hidup dalam kekurangan. 
Kesadaran terhadap hal itu akan mendorong semangat untuk membantu meringankan beban sesamanya. Kalau sebelum ramadhan biasanya orang pelit untuk bersedekah dengan datangnya bulan ini merubahnya menjadi seorang yang dermawan. Bila ingat fungsi sosial tersebut tampaknya tidak wajar jika seorang yang berpuasa hanya ingat terhadap fakir miskin ketika siang hari saja ketika ia menahan lapar sementara di malam harinya ia terlelap dalam kekenyangan. Pada akhirnya diharapkan tumbuhnya kepekaan, kepedulian dan empati terhadap keadaan orang lain di sekitarnya. Selain itu puasa bisa melahirkan ketaqwaan yang mana hal tersebut akan memperkuat hubungan antar individu dalam masyarakat.
            Dalam konteks kehidupan kampus, upaya pembinaan kepekaan sosial yang ada di bulan puasa ini merupakan sesuatu yang sangat relevan. Komersialisasi pendidikan yang ditandai dengan semakin mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi dengan sendirinya telah mempersempit kesempatan orang-orang yang tidak berdaya secara finansial untuk memperoleh hak yang sama dalam menempuh pendidikan. Pada akhirnya kondisi ini akan menciptakan kesenjangan dan jarak antara dunia kampus dengan masyarakat di sekitarnya. Kesan yang muncul kemudian kampus seolah menjadi arena tak tersentuh bagi mereka yang tidak mampu.
            Kondisi seperti ini mau tidak mau akan sangat mempengaruhi interaksi sosial dunia kampus dengan realitas sosial di sekitarnya. Akibatnya, jarak semakin jauh dan kepekaan sosial civitas akademika kampus terhadap kondisi sosial yang ada di masyarakat menjadi berkurang. Dengan sistem pendidikan model pabrik yang hanya mengedepankan sisi hardskill semata sulit untuk mengharapkan lahirnya sosok mahasiswa dan sarjana yang memiliki kepekaan sosial tinggi.
Pada kenyataanya seringkali lulusan perguruan tinggi menjadi sarjana-sarjana yang gagap atau bahkan tidak mampu menangkap realitas sosial dalam masyarakatnya. Kurangnya kepekaan untuk menangkap realitas sosial yang ada dalam masyarakatnya membuat mereka tidak mampu bersikap kritis terhadap kondisi sebagian masyarakat yang masih kekurangan.
            Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa bulan ramadhan yang datang setiap tahun dan disambut dengan meriah di kampus tidak juga mampu mengatasi kondisi ini, bukankah ibadah puasa memiliki dimensi sosial yang besar. Mengapa seringkali puasa tidak berhasil untuk melatih kepekaan sosial yang diharapkan?.
Ketika ramadhan kesadaran kita untuk peduli dan peka terhadap kondisi sesama demikian tinggi tetapi mengapa setelah ramadhan lewat kesadaran itupun seperti lenyap tertiup angin. Kita seolah kembali menjadi pribadi-pribadi yang acuh terhadap kondisi sesama kita. Kedermawanan, kepedulian dan kepekaan terhadap kondisi masyarakat seolah-olah hanya diperlukan ketika berada di bulan ramadhan. Pada akhirnya kampuspun kembali menjadi menara gading yang terpaut begitu jauh dengan realitas di sekitarnya.
            Keadaan tersebut terjadi karena kesalahan dari sebagian kita dalam memaknai arti ibadah puasa itu sendiri. Tidak dipungkiri kalau ibadah puasa masih sering dipandang sebagai ritual tahan lapar dan haus saja. Pemahaman seperti ini tentu saja tidak akan mampu mengantarkan orang yang menjalankan ibadah puasa kepada hikmah yang ada dibalik pensyariatannya.
Sebagai contoh adalah mereka yang berpuasa tetapi tidak ada perubahan dalam soal makan. Ketika berbuka puasa ia menyantap hidangan secara berlebihan, sehingga acara berbuka pun menjadi ajang balas dendam setelah seharian tidak makan. Orang seperti ini hari-hari puasanya hanya dipenuhi dengan pikiran untuk mempersiapkan menu dan masakan apa untuk berbuka nanti. Jadi bagaimana bisa ia merasakan susahnya orang miskin yang menderita kelaparan jika puasanya tidak lebih menjadi ajang memindahkan jam makan saja.
Contoh yang lain adalah sebagian orang yang berpuasa dan menghabiskan waktunya  dengan bermalas-malasan tanpa aktivitas. Waktu puasanya tidak jauh-jauh dari nonton TV atau main game, jadi bagaimana orang seperti ini bisa terbina kepekaan sosialnya jika ia tidak pernah merasa kepayahan.
Nabi sendiri telah memperingatkan dan mengkategorikan orang-orang yang demikian itu sebagai orang-orang yang rugi. Kerugian di akherat jelas kelak mereka tidak akan mendapat keutamaan yang dijanjikan sedangkan di dunia mereka rugi karena tidak berhasil menempa dirinya menjadi orang yang memiliki kepekaan sosial tinggi. Mereka gagal untuk belajar menjadi orang yang berarti bagi sesamanya.
            Melatih dan membina kepekaan sosial melalui ibadah puasa di bulan ramadhan menjadi demikian relevan ditengah kondisi masyarakat kita yang semakin acuh tak acuh. Kemampuan kampus dalam menjalankan salah satu tri darma perguruan tinggi yaitu pengabdian masyarakat sangat dipengaruhi oleh kepekaan dari segenap civitas akademikanya dalam menagkap realitas sosial yang ada di sekelilingnya.
            Ramadhan di kampus dengan segala semarak acaranya diharapkan tidak hanya aktifitas rutin belaka yang kosong tanpa makna. Lebih jauh kegiatan ramadhan di kampus seyogyanya diarahkan dan dijadikan momentum untuk melatih dan membina kepekaan sosial segenap komponennya. Ramadhan di kampus dengan segala pernak-pernik di dalamnya semestinya dijadikan ajang pembinaan dan peningkatan ketaqwaan menuju pembentukan sosok mahasiswa yang utuh. Seorang mahasiswa yang tidak hanya memiliki kemampuan hardskill sesuai kompetensinya tetapi juga sosok yang memiliki kepekaan sosial tinggi.
            Kegiatan ibadah puasa yang dirangkaikan dengan perayaan 'iedul fitri yang disertai pembagian zakat fitrah merupakan rangkaian pendidikan mental untuk melatih kepekaan sosial. Pendidikan yang telah didapat selama bulan ramadhan akan dapat dilihat hasilnya pada sebelas bulan berikutnya. Masa itu merupakan ajang implementasi dari pendidikan yang telah didapat. Mereka yang belajar di bulan ini akan dapat dilihat hasilnya sementara bagi yang enggan untuk belajar ia akan kembali menjadi sosok yang tidak berbeda seperti sebelum ramadhan. Artinya ia menjadi orang yang gagal menempa diri untuk menjadi seorang yang lebih berguna bagi sesamanya.


Thursday, July 18, 2013

Takut Dengan MOS

Ketika mendengar istilah MOS atau Ospek yang terlintas dalam benak kita adalah bayangan buruk tentang tindakan perploncoan yang dilakukan oleh siswa yang lebih senior kepada adik kelasnya yang baru masuk. Setiap tahun ajaran baru, keduanya menjadi bahan pro dan kontra yang tidak pernah habis diperdebatkan. Masing-masing pihak baik yang pro maupun yang kontra mengajukan argumentasi yang menguatkan pendapat masing-masing. Pandangan buruk terhadap MOS maupun Ospek tidak lepas dari tindakan-tindakan kekerasan yang seringkali mengiringi dan menjadi bumbu acara ini. Siawa baru terkadang disuruh melakukan sesuatu atau membawa barang-barang sesuai kehendak seniornya meskipun barang itu sulit didapat. Bagi mereka yang tidak mampu memenuhi sudah jelas akan mendapat hukuman dari seniornya baik sekedar hukuman ringan seperti disuruh menyanyi, menari bahkan sampai hukuman fisik seperti lari keliling lapangan dan bahkan pemukulan. Dalam acara seperti itu, berlaku dua aturan tidak tertulis yang ditetapkan senior dan menjadi acuan tindakan mereka yaitu pertama, senior tidak pernah salah dan kedua apabila senior salah lihatlah aturan pertama. Keduanya mengindikasikan arogansi senioritas dan upaya pembenaran tindakan diri sendiri. Semua tindak kesalahan adalah tanggungjawab junior sehingga tidak mengherankan meskipun mereka sudah memenuhi segala tugas yang dibebankan seniornya kesalahan tetap saja dicari-cari pada dirinya. Hal-hal seperti itulah yang membuat gambaran MOS dan Ospek di benak kita menjadi demikian buruk, meskipun pada kenyataannya hal tersebut merupakan bagian kecil dari rangkaian kegiatan secara keseluruhan. Tindakan perploncoan yang seringkali membumbui acara itu meskipun dalam persentase yang kecil seakan menjadi ikon yang mewakili acara itu secara keseluruhan.
Gencarnya pemberitaan tentang tindak penyelewengan tersebut telah menutupi pandangan sebagian besar orang untuk bisa memandang secara objektif acara MOS dan Ospek secara menyeluruh. Seakan sudah cukup ikon perploncoan yang hanya beberapa persen dari keseluruhan proses acara dijadikan sebagai bahan untuk menilai baik dan buruknya acara-acara itu. Stigmatisasi istilah perploncoan pada MOS dan Ospek telah mengaburkan pandangan dan penilaian secara objektif terhadap keduanya. Semestinya dicermati secara menyeluruh apa tujuan dan regulasi dari penyelenggaraannya kemudian melakukan verifikasi terhadap acara secara menyeluruh pula baru bisa kita memberi penilaian apakah MOS dan Ospek merupakan kegiatan perploncoan ataukah acara positif yang ditunggangi kepentingan-kepentingan orang tak bertanggungjawab. Dengan demikian kita tidak mudah terjebak pada prasangka dan penilaian terburu-buru dan terpancing tindakan emosional dalam menyikapinya.
MOS/Ospek tidak sama dengan perploncoan.
Tidak dipungkiri memang jika dalam penyelenggaraan MOS/Ospek seringkali ada beberapa tindakan kekerasan dari senior kepada juniornya, tetapi apakah hal itu berarti kegiatan ini sama dengan perploncoan yang kita kenal dahulu. Kegiatan perploncoan bagi siswa atau mahasiswa baru pernah terkenal pada era 80an. Dalam masa itu memang banyak kekerasan secara fisik yang menimpa murid baru. Akan tetapi seiring perubahan dan perkembangan paradigma pendidikan maka acara perploncoan dihapuskan dan diganti dengan acara orientasi siswa baru. Menilik tujuannya, acara ini sebenarnya positif yaitu memberi bekal dan mengenalkan lingkungan sekolah yang baru  agar siswa baru bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Diharapkan hal ini akan memudahkan mereka untuk mengikuti sistem belajar yang berbeda dari  sekolah mereka sebelumnya. Masa orientasi biasanya dikemas dalam program ilmiah yang melibatkan tenaga guru atau dosen dalam berbagai bentuk seperti ceramah ilmiah, seminar dan sebagainya. Para siswa baru juga berkesempatan mendapat bimbingan positif dari seniornya tentang berbagai hal terkait kegiatan belajar di sekolah barunya. Dengan bimbingan ini juga menjalin keakraban antar angkatan sehingga tidak terjadi gap pergaulan antara siswa baru dan siswa lama. Suasana yang akrab dan menyenangkan di lingkungan sekolah akan membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar.
Selain itu ada beberapa sekolah yang memanfaatkan masa orientasi untuk menanamkan nilai-nilai sosial, meningkatkan kepedulian terhadap sesama, mendekatkan murid baru dengan realita masyarakat dan membimbing siswa dalam menyikapi berbagai fenomena yang ada disekitarnya. Hal ini merupakan pelajaran berharga yang sulit mereka dapat ketika sudah masuk dan duduk di ruang kelas, karena mereka akan lebih banyak diarahkan untuk menghapal rumus ini, menyelesaikan soal itu yang seringkali jauh dari realitas kehidupan mereka. Diharapkan dari kegiatan tersebut akan lahir siswa-siswa maksimalis yang tidak hanya memiliki kemampuan akademik tetapi juga kedewasaan berfikir dan kearifan bertindak sehingga mereka  tidak menjadi manusia-manusia pintar tetapi penuh kecongkakan dalam memandang sesamanya.
Beberapa contoh kegiatan sosial yang dilakukan oleh sekolah dalam masa orientasi adalah ajakan kepada para murid baru untuk membantu sesamanya dalam berbagai bentuk sesuai kemampuannya. Para murid baru diajak untuk  mengumpulkan pakaian bekas layak pakai, mie instant, alat tulis atau yang lainnya untuk kemudian disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan. Hal ini sangat membantu menumbuhkan kepekaan mereka untuk ikut merasakan apa yang terjadi pada saudara-saudara mereka. Ketika sebagian siswa baru begitu senang dengan sekolah barunya atau baju dan perlengkapan sekolahnya yang juga baru, di tempat lain teman-teman sebaya mereka harus menghadapi cobaan tidak bisa sekolah. Banyak dari mereka yang terpaksa tidak bisa sekolah karena gedung sekolahnya roboh  atau digusur, rumahnya kebakaran sehingga perlengkapan sekolah musnah, tidak memiliki biaya bahkan juga  terpaksa tidak berani sekolah karena daerahnya dilanda konflik berkepanjangan yang tak tahu kapan selesainya. Dengan mendekatkan para siswa baru dengan realitas sosial yang ada dihadapan mereka, yang menimpa sebagian teman-teman mereka diharapkan dapat menumbuhkan empati pada diri mereka untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Inilah semestinya yang harus dicapai oleh dunia pendidikan kita menciptakan pribadi utuh jasmani rohani.
Guna mengikis gambaran buruk tentang masa orientasi siswa baru semestinya acara MOS/Ospek lebih banyak muatan ilmiahnya dan menghapus berbagai acara yang berpotensi dijadikan acang kekerasan. Langkah ini merupakan langkah preventif yang semestinya dikedepankan oleh pihak sekolah untuk mengikis habis tindakan perploncoan dari siswa senior terhadap juniornya. Selama ini masalah pengawasan dari pihak sekolah yang dirasa kurang terhadap pelaksanaan masa orientasi disinyalir menjadikan praktek perploncoan ini susah dihilangkan. Untuk itu sekolah dan segenap civitas akademika didalamnya mesti memberikan perhatian dan pengawasan lebih intens terhadap berbagai kegiatan di masa orientasi ini. Tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan segelintir orang dengan mengatasnamakan acara MOS atau Ospek harus dihapus dari dunia pendidikan kita. Kekerasan dalam bentuk apapun hanya akan menimbulkan kerugian dalam berbagai bentuk bagi mereka yang mengalaminya. Dunia pendidikan semestinya jauh dan steril dari praktek-praktek kekerasan ini.

Pada akhirnya acara MOS/Ospek semestinya dipandang secara objektif  dan menyeluruh sehingga tidak muncul stigmatisasi negatif bahwa MOS/Ospek sama dengan perploncoan. Hal ini akan mengakibatkan tujuan positif yang ada di dalamnya akan menjadi hilang begitu saja. Tidak dipungkiri memang ada penyelewengan di dalamnya, tetapi penyelewengan itu yang harus dihapus bukan acaranya. 

Wednesday, July 17, 2013

Bodrex Gak Cuma Cepat, tapi juga Komplit dan Peduli

Badan sehat menjadi anugerah yang tak ternilai harganya. Makanya setiap manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan kesehatan. Dengan badan yang sehat kita bisa beraktifitas entah untuk bekerja, ibadah, belajar, jalan-jalan, dan lainnya. Tanpa badan yang sehat semua yang kita miliki jadi tidak nyaman. Contohnya, makanan yang Maknyus disantap ketika sehat, jadi makanan yang tidak enak lagi ketika badan kita sakit. Manusia juga tidak mau menukar kesehatannya dengan harga berapapun (kecuali orang nekat dan kepepet). Karena itu beragam cara ditempuh oleh manusia agar kesehatannya tetap terjaga.

Meskipun sudah berusaha menjaga kesehatannya tetap saja manusia terkadang jatuh sakit. Namanya sakit ya tetap sakit tidak ada yang bisa disepelekan. Mau sakit biasa atau yang berat sekalipun harus mendapat perhatian serius. Bisa jadi sakit yang dianggap biasa itu ternyata bisa merusak beragam aktifitas kita atau malah memicu sakit lain yang lebih parah. 

Salah satu sakit yang sering diderita oleh manusia adalah sakit kepala. Kenapa orang sakit kepala?. Banyak sebabnya,,mulai dari yang serius sampai yang disebabkan oleh hal-hal di luar nalar...mau tau apa saja..nih beberapa contohnya:
  1. Sakit kepala disebabkan karena trauma kepala entah karena jatuh, terbentur atau sebab lainnya. Bisa juga karena infeksi virus dan kelainan syaraf. Yang ini termasuk penyebab sakit kepala yang cukup serius
  2. Gak punya duit (bikin pusing), bayangkan kebutuhan banyak sementara duit gak ada. Ini bisa menimpa siapa saja, ketika kebutuhan banyak dan duit nggak ada biasanya keluhannya ya pusing
  3. Jadi pemimpin yang ngurus negara. Jadi pemimpin emang gak gampang, ngurus jutaan orang dengan jutaan masalah bisa menjadi penyebab pusing gak habis-habis.
  4. Bujangan/gadis pengin nikah. 
  5. Ditagih utang
  6. Gak bisa ngerjain ujian
  7. Dikejar-kejar ibu kost
  8. Diputusin pacar. Yang ini penyakitnya anak-anak muda. Diputusin pacar ternyata membuat pusing. Jangan salah karena banyak yang saking pusingnya kemudian ngambil jalan pintas bunuh diri. Jadi jangan anggap enteng sakit kepala karena diputusin pacar.
  9. dll 

Selain sakit kepala, flu dan batuk juga menjadi penyakit yang sering menghinggapi tubuh manusia. Jaman dahulu ada beberapa cara yang ditempuh manusia buat ngatasin sakit kepala. Misalnya mengikat kepala kuat-kuat dengan kain (kayak pendekar-pendekar di TV). Ada juga yang memilih untuk dipijit (yang ini sampai sekarang masih banyak). 

Nah salah satu solusi Cepat dan Tepat buat ngatasi keluhan sakit kepala, flu dan batuk ya Minum Bodrex. Pengin tau kenapa?, simak yang berikut ini:

Kenapa Bodrex?Apa Hebatnya Bodrex?

Ini pertanyaan penting yang harus dijawab, kenapa kalau sakit kepala, migrain, flu, batuk kok harus minum Bodrex enggak yang lain. Kan obat merek lain banyak?. 
Banyak alasan kenapa harus milih Bodrex, nih beberapa diantaranya:

Alasan Pertama: Banyak variannya/alias komplit 

Bodrex dan keluarganya memiliki banyak varian alias komplit sesuai kebutuhan kita. Selain varian komplit khasiatnya juga OK.Lihat aja yang termasuk keluarga Bodrex berikut ini, jadi pas sakit bisa milih sesuai kebutuhan.


a. Bodrex Migra

Buat yang sering migrain atau sakit kepala sebelah, ya Bodrex Migra pilihannya. Penyebab migrain ada beberapa macem mulai dari stress pikiran, bisa juga beban kerja otak yang berlebihan, kelelahan, pola tidur yang tidak beraturan dan berbagai penyebab lainnya. Sakit kepala sebelah kalau nggak segera diatasi bisa membuat aktifitas kita berantakan. 


b. Bodrex Flu dan Batuk

Flu dan Batuk biasanya datang berbarengan. Kalau hidung udah mulai meler plus tenggorokan gatal itu tandanya kita mulai terserang flu dan batuk. Sakit ini terasa banget pas kita tidur, rasanya susah buat bernafas karena banyak cairan di hidung. Belum lagi batuk yang terus-menerus bisa membuat orang-orang di sekitar kita pada pergi. Bayangin aja kalau sepanjang malam terus batuk, bisa-bisa seisi rumah gak bisa istirahat semua. Nah untuk sakit yang satu ini pilihannya Bodrex flu dan batuk. Hebatnya obat ini selain cepat mengatasi flu dan batuk juga gak bikin ngantuk. Jadi kalaupun kita minum pas di kantor, sekolah atau aktifitas lain gak usah khawatir kalau sampai ketiduran. Nih gambarnya Bodrex flu dan batuk.


Biar lebih komplit nih kandungan yang ada di dalam Bodrex Flu dan Batuk, dan juga varian yang diformulasikan baik buat batuk berdahak maupun yang tidak berdahak. 

Bodrex Flu&Batuk Berdahak Sirup :
Tiap 5 ml mengandung :
  • Paracetamol ………………….150 mg
  • Phenylpropanolamine HCl ….. 5 mg
  • Glyceryl Gauaiacolate ……. … 50 mg
Bodrex Flu&Batuk Tidak Berdahak Sirup :
Tiap 5 ml mengandung :
  • Paracetamol …………… …….. 150 mg
  • Phenylpropanolamine HCl……. 5 mg
  • Dextromethorphan HBr ……… 3,5 mg


c. Bodrex Extra

Sakit kepala kadang ada yang bandel, udah diobati masih aja gak mau pergi. Khusus buat sakit kepala yang membandel Bodrex Extra solusinya. Khasiat Bodrex Extra memang diformulasikan khusus buat sakit kepala yang membandel.
                                       
Alasan Kedua: Cepat tapi gak asal-asalan

Sesuatu yang cepat biasanya sering asal-asalan, artinya kadang mengabaikan kualitas atau unsur yang lain. Nah hal itu tidak berlaku bagi keluarga Bodrex,meskipun dirancang untuk mengatasi sakit dengan cepat tidak berarti Bodrex membuat obatnya dengan asal-asalan. Kualitasnya sudah teruji karena diproduksi para ahli yang sudah berpuluh tahun berurusan dengan sakit kepala, flu, dan batuk. Jadi meskipun cepat, gak usah khawatir kalau soal kualitas. Selain khasiatnya teruji kemasan Bodrex juga dilengkapi dengan kandungan obat, khasiat, tata cara minum, kontra indikasi dan tentu saja tanggal kadaluarsa. Inilah alasan kedua kenapa memilih Bodrex, karena formulasi gak cuma Cepat tetapi juga teruji (jadi gak asal-asalan)

Alasan Ketiga: Mudah didapat dimana aja


Ketika kita sakit penginnya segera diobati, namun apa daya kalau ternyata obat yang kita butuhkan jauh dari jangkauan. Artinya obat tersebut hanya ada ditempat tertentu atau malah harus pesen dulu. Nah yang ini tidak berlaku bagi keluarga Bodrex, karena dari apotik, warung pinggir jalan, minimarket, di desa atau di kota bisa dengan mudah mendapatkan keluarga Bodrex. Jadi mau pagi, siang ataupun malam kalau sakit kepala, flu dan batuk bisa cepat dapat Bodrex jadi sakitnya juga cepat hilang.




Alasan Keempat: Bisa dimium sebelum makan

Obat yang lain harus nunggu makan dulu, padahal sakit kepala udah gak nahan...nah kalau Bodrex bisa diminum kapan aja...Aman 

Alasan Kelima: Sudah Tradisi

Tradisi yang baik dalam keluarga biasanya akan diturunkan dari generasi ke generasi. Kepercayaan masyarakat pada keluarga Bodrex sudah terbina bertahun-tahun jadi wajar jika tradisi ini senantiasa diturunkan. Orang tua biasanya akan menurunkan kebiasaan minum obat yang dipercayainya kepada anak-anaknya. Nah tradisi minum Bodrex pas sakit kepala, migrain, flu dan batu biasanya juga diwariskan turun-temurun dalam keluarga.

Buktinya apa kalau Bodrex No.1?


Tadi udah cerita ya bagaimana varian Bodrex, manfaat dan alasan kenapa memilih Bodrex. Biar tambah yakin nih buktinya kalau Bodrex emang nomer 1. 


Rangkaian Awards yang didapatkan sama keluarga Bodrex berikut ini menjadi bukti kalau emang nomer 1. Beragam penghargaan tersebut lahir dari keseriusan dan kesungguhan Bodrex untuk melayani masyarakat. Rasa puas masyarakat ditunjukkan dalam beragam bentuk dan partisipasi yang mengukuhkan penghargaan bagi Bodrex.

Rangkaian Awards yang di dapat oleh Bodrex membuktikan kepercayaan masyarakat terhadap produk ini. Sumber Gambarnya dari kumpulan foto yang ada di Facebook Bodrex

Kalau kita sudah menyimak bagaimana khasiat, manfaat, kehebatan dan kepercayaan terhadap keluarga Bodrex maka semestinya tidak ragu untuk mengkonsumsi obat ini. Artinya sebagai manusia ketika sakit kita diwajibakan untuk berusaha semaksimal mungkin disampng berdoa. Setidaknya ada beberapa sikap manusia ketika menghadapi sakit diantaranya:
  • mengeluh, marah,
  • cuek, menyalahkan orang lain
  • berusaha dan berdoa agar sembuh

Nah kita semestinya memilih untuk berusaha dan berdoa ketika sakit agar segera sembuh. Salah satunya dengan memilih obat yang sudah jelas kualitasnya, terpercya dan Cepat mengatasi sakit yang kita derita. Intinya semua orang pengin cepet sembuh kalau sudah sakit. Untuk sakit kepala, migrain flu dan batuk apapun penyebab sakit kepalanya ya Bodrex obatnya.

Kalau kita memilih artinya kita gak cuma peduli kesehatan kita sendiri tetapi juga memberi manaat bagi orang lain. Bodrex gak cuma Cepat ngobati sakit kepala,flu dan batuk tetapi juga cepat kepeduliannya. Gak cuma nyari keuntungan semata, tetapi juga berbagi kepedulian dengan sesama. 
Noh gambar bukti-bukti aksi sosial mereka.







Jangan Lupa Buat info terbaru tentang aktifitas keluarga Bodrex, silahkan di follow aja twitternya dan juga di like fb nya. pokoknya banyak kontent seru plus hadiah melimpah selain informasi yang bermanfaat buat kesehatan kita.










Sumber tulisan:

www. thetempogroup.net
https://www.facebook.com/AhlinyaAtasiSakitKepala?fref=ts




Monday, July 15, 2013

PERLU MODEL SELEKSI LAIN


Sudah lama kritik diberikan terhadap model seleksi masuk perguruan tinggi negeri yang ada sekarang ini. Model seleksi seperti SPMB atau dulu dikenal dengan UMPTN dianggap belum mampu memenuhi harapan perguruan tinggi untuk mendapatkan mahasiswa berkualitas sesuai kriteria yang diinginkan. Model SPMB yang terpusat dalam proses seleksi dan penerimaan membuat PT tidak punya pilihan selain menerima begitu saja mahasiswa yang lolos seleksi meskipun kualitasnya tidak sesuai harapan.
Ketidakpuasan PT dengan model SPMB, diwujudkan dengan menggelar ujian masuk lokal yang dianggap lebih baik dalam upaya mendapat mahasiswa berkualitas. Beberapa perguruan tinggi yang telah punya nama bahkan telah melaksanakan ujian masuk lokal jauh hari sebelum pelaksanaan SPMB. Pertanyaannya, benarkah model seleksi seperti SPMB sudah tidak relevan lagi, atau ujian masuk lokal hanya kedok dari PT untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari proses pendaftaran?
Kalau kita cermati, ada beberapa kelemahan dalam sistem seleksi lokal sehingga model ini belum layak untuk menggantikan SPMB. Beberapa kelemahan tersebut diantaranya pertama, tidak adanya standar kualitas ujian masuk lokal yang sama sehingga memberi peluang merosotnya kualitas PT. Dalam SPMB, soal dibuat dengan standar kualitas nasional sehingga mereka yang lolos seleksi memiliki kemampuan intelektual yang relatif setara. Beda halnya dengan ujian masuk lokal. Mereka yang lolos masuk universitas A bisa jadi tidak cukup berkualitas untuk masuk univertas B, sehingga kesenjangan kualitas antar PT sangat mungkin terjadi.
Kedua, dengan kewenangan yang demikian besar bagi PT untuk menyeleksi dan menerima mahasiswa baru memungkinkan semakin suburnya praktek KKN. Dalam SPMB, mahasiswa yang diterima tidak menjalin hubungan langsung dengan PT pilihannya ketika proses seleksi. Lain halnya dengan ujian lokal dimana peserta ujian diketahui dengan persis oleh PT penyelenggara. Inilah yang membuka lebar praktek KKN dalam proses penerimaan. Kalau sudah begini keinginan untuk mendapatkan mahasiswa yang berkualitas tidak lebih sekedar kedok untuk mengeruk keuntungan dari proses pendaftaran. Selain itu, kewenangan yang demikian besar pada PT membuat calon mahasiswa baru tidak berdaya ketika berhadapan dengan tingginya biaya pendidikan yang ditetapkan. Pada akhirnya kesempatan rakyat miskin untuk bisa kuliah semakin tipis.
Ketiga, ujian masuk lokal tidak mencerminkan keadilan dalam dunia pendidikan. Proses seleksi yang hanya dilaksanakan di kota tertentu, akan membatasi kesempatan calon mahasiswa yang ingin masuk PT. Jarak tempat tinggal yang jauh dari tempat ujian membuat mereka tidak berkesempatan mengikuti seleksi. kuliah. Coba bayangkan untuk bisa kuliah di Jawa seorang calon mahasiswa di Irian harus menempuh jarak begitu jauh guna mengikuti seleksi.
Mencermati berbagai kelemahan sistem seleksi lokal tersebut perlu kiranya dirumuskan suatu model seleksi lain yang memenuhi standar kualitas, mencerminkan keadilan dan mempersempit praktek KKN. Menurut penulis ada dua model seleksi yang bisa digunakan dalam proses penjaringan mahasiswa baru yaitu model penjenjangan dan SPMB plus.
Model penjenjangan sudah lama dipraktekkan di luar negeri. Proses seleksi ke PT telah dimulai dengan penjenjangan di tingkat sekolah menengah. Saat pendaftaran ke PT, penerimaan mahasiswa baru dilakukan dengan model gabungan passing grade, kuota dan tes kompetensi dasar logika bahasa dan logika matematika. Untuk program tertentu seperti kedokteran berlaku seleksi numerus klausus yang sangat ketat. Hanya 10% terpandai lulusan SLTA di tingkat nasional boleh mendaftar. Jika setelah test jumlah  10% itu masih melebihi kuota, maka diberlakukan lotre.
Untuk mendukung model ini memerlukan persiapan dari sistem pendidikan di tingkat SLTA mengingat sekolah menengah di Indonesia hanya dua macam yaitu sekolah umum dan kejuruan. Kedepan perlu dipikirkan agar sejak masih SLTA siswa sudah diarahkan sesuai bakatnya sehingga ketika ingin meneruskan ke PT bisa mengikuti sistem penjenjangan. Model ini jelas membutuhkan persiapan yang cukup, terutama dari sistem pendidikan di tingkat menengah.

Model seleksi kedua adalah menambah SPMB dengan ujian menulis/mengarang dan wawancara. Sistem SPMB yang merupakan gabungan sistem passing grade dan kuota mungkin bagus namun belum menjamin mutu mahasiswa yang diterima. Untuk itu, tambahan ujian menulis/mengarang dan wawancara diharapkan dapat menutupi  kelemahan yang ada. Ujian menulis/mengarang dan wawancara kiranya dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing seleksi gabungan sistem passing grade dan kuota. Dari ujian menulis/mengarang dapat diketahui otentisitas, kemampuan mengembangkan dan mengorganisasikan ide serta penguasaan bahasa yang merupakan dasar sikap kritis dan daya analitis

Sunday, July 14, 2013

Sekolah Internasional dan Pendidikan Murah


            Perkembangan sekolah internasional di Indonesia semakin marak tiap tahunnya. Tidak hanya terbatas di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sekolah internasional juga berkembang di daerah-daerah. Pada awalnya keberadaan sekolah ini ditujukan untuk melayani pendidikan anak-anak ekspatriat yang bekerja di Indonesia. Seiring berkembangnya waktu sekolah premium ini ternyata juga diminati oleh masyarakat yang memiliki kemampuan finansial cukup dan menginginkan  pendidikan berkualitas global untuk anak-anak mereka.
Sebagian masyarakat berpendapat kehadiran sekolah internasional akan membawa dampak positif bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hadirnya sekolah dengan kualitas standar internasional diharapkan bisa meningkatkan mutu pendidikan nasional dan menghadirkan persaingan sehat antar lembaga pendidikan. Kehadiran pesaing yang bermutu akan memacu sekolah-sekolah lokal untuk meningkatkan mutu pengajarannya agar tetap eksis. Selain itu, kalangan pendidik di Indonesia juga berkesempatan untuk menimba ilmu dan pengalaman dari para pendidik sekolah internasional.
Di lain pihak tidak sedikit masyarakat terutama kalangan pendidik lokal yang menganggap kehadiran sekolah internasional sebagai ancaman bagi keberadaan sekolah lokal dan pendidikan nasional pada umumnya. Hadirnya sekolah internasional yang menawarkan sistem pendidikan lebih baik membuat banyak orang tua siswa berpaling dari sekolah lokal. Berpalingya para orang tua ke sekolah internasional tentunya mengancam eksistensi dari sekolah  lokal terutama yang dikelola swasta.
Lebih lanjut mereka memandang kehadiran sekolah internasional juga menjadi ancaman bagi pendidikan nasional pada umumnya. Mereka beralasan, kehadiran sekolah internasional akan semakin mengkotak-kotak pendidikan untuk si kaya dan si miskin. Keadaan seperti ini membuat anak-anak yang sekolah di sekolah internasional kehilangan kepekaan sosial. Kebiasaan bergaul dengan teman-teman sebaya dari kalangan mampu membuat mereka tidak peka melihat kemiskinan di sekitarnya. Kalau sudah begini misi pendidikan untuk menghadirkan sosok manusia yang berkemampuan utuh tentu tidak tercapai. Secara akademik mereka pintar, tetapi tidak memiliki kecerdasan untuk menangkap fenomena sosial ditengah masyarakat.
Disamping itu model sekolah premium juga akan memicu maraknya komersialisasi pendidikan. Tingginya minat orang tua menyekolahkan anaknya di sekolah internasional mengilhami sekolah-sekolah lokal untuk berlomba-lomba memperbaiki sitem pengajaran, meningkatkan mutu, melengkapi sarana prasarana pendidikan kemudian menjualnya dengan harga mahal. Maka pendidikanpun hadir menjadi arena dagang yang menggiurkan.
Terlepas dari pro kontra tersebut menurut penulis menarik untuk dikaji keberadaan sekolah internasional ditengah patologi pendidikan kita. Fenomena kemiskinan, rendahnya kesejahteraan guru, diskriminasi, kekerasan, dan perdebatan hal-hal yang tidak substansial adalah pekerjaan rumah yang harus dibenahi dari dunia pendidikan kita.  
Belum hilang dari ingatan kita kenekadan Eko Haryanto, siswa SDN Kepundahan, Kabupaten Tegal Jawa Tengah, yang memutuskan untuk bunuh diri karena malu ditagih biaya sekolah yang telah nunggak beberapa bulan.. Meskipun aksinya tersebut tidak berhasil, tetapi latar belakang kenekadannya tentu menjadi keprihatinan kita bersama. Pendidikan yang semestinya menjadi hak setiap warga negara ini ternyata masih menjadi barang mahal bagi masyarakat miskin. Tidak hanya Eko, di berbagai derah lain masih banyak anak-anak usia sekolah yang terancam drop out karena tidak mampu membayar biaya pendidikan. Di Semarang, seorang guru tega memukul anak didiknya karena dianggap melakukan tindakan asusila. Kemiskinan dan kekerasan ternyata adalah dua hal yang mendominasi wajah pendidikan kita.
Janji pemerintah untuk memberikan pendidikan murah bagi masyarakat miskin seperti yang mereka teriakkan waktu kampanye pemilu lalu ternyata masih sebatas retorika politik belaka. Demikian halnya dengan dalih ketika menaikkan harga BBM dimana dana kompensasinya akan diberikan untuk sektor pendidikan sampai saat inipun tidak jelas kemana larinya. Melihat kondisi demikian muncul pertanyaan yang menggelitik benak kita, mungkinkah memberikan pendidikan murah dan bermutu dengan tetap memperhatikan kearifan lokal bagi rakyat Indonesia?. Apakah benar bahwa berkualitas itu harus selalu mahal dan bertaraf internasional.
Cobalah tengok kiprah Aktifis Front Perjuangan Rakyat Miskin yang menyelenggarakan sekolah rakyat ditengah perkampungan Nelayan Tambaklorok Semarang. Dengan segala keterbatasan yang ada tidak membuat mereka mundur untuk memberikan pendidikan gratis dan bermutu bagi masyarakat miskin. Contoh lain adalah sekolah alternatif Al Qaryah Tayyibah di Salatiga yang berangkat dari keprihatinan tidak adanya pendidikan murah dan bermutu untuk rakyat miskin (Kompas,3/5/05). Sekolah yang berada di kaki Gunung Merbabu ini memberikan fasilitas intenet bagi siswa-siswanya. Meskipun tidak gratis, tetapi orang tua siswa tidak dibebani dengan jumlah uang sekolah yang mencekik. Mereka bebas menyumbang berapapun sesuai kemampuan, bahkan nol sekalipun tidak masalah. Hal ini tentu berbeda dengan semua sekolah bermutu yang selalu identik dengan biaya mahal sehingga tidak memberi kesempatan orang miskin untuk menikimatinya.
Jika Aktifis Front Perjuangan Rakyat Miskin dan sekolah alternatif Al Qaryah Tayyibah mampu memberikan pendidkan murah dan bermutu bagi masyarakat, mengapa pemerintah tidak. Jangan-jangan masalahnya sebatas rendahnya komitmen, kesungguhan dan kemauan dari pemerintah untuk berusaha. Sebagai gambaran hasil Susenas menunjukkan rata-rata biaya pendidikan per bulan untuk setingkat SD sebesar Rp.26.500,00, setingkat SMP Rp.66.000,00 dan setingkat SLTA Rp.116.000,00. Sedangkan besar Bantuan Khusus Murid (BKM) untuk tingkat SD Rp.25.000,00, tingkat SMP Rp.65.000,00,  dan tingkat SLTA Rp.120.000,00. Jika saja mekanisme penyaluran BKM berjalan dengan benar dan menjangkau segenap lapisan rakyat miskin tentu kekhawatiran terjadinya siswa putus sekolah dapat dihilangkan.
Kemiskinan yang menjadikan siswa putus sekolah berperan signifikan bagi merosotnya mutu pendidikan nasional. Hasil survey Human Development Index (HDI) menempatkan Indonesia dibawah Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, Filiphina bahkan Vietnam. Kemerosotan mutu pendidikan nasional selain disebabkan oleh tingginya angka putus sekolah juga disebabkan rendahnya mutu guru, mengingat guru memegang peran strategis dalam pendidikan. Rendahnya kesejahteraan yang mereka terima membuat guru tak sempat meningkatkan kualitas keilmuannya. Jangankan menyisihkan uang untuk membeli buku, bisa menyekolahkan anak saja sudah beruntung.
Dalam sebuah wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta dalam rangka Hardiknas seorang guru di Surabaya mengungkapkan keluhan-keluhannya seputar nasib guru. Ia menceritakan beberapa teman seprofesinya terpaksa harus nyambi menjadi sopir antar jemput, tukang ojek, dan pekerjaan lainnya selepas mengajar agar kebutuhan keluarga tercukupi. Ironi lainnya adalah nasib guru bantu di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang pembayaran gajinya terlambat selama dua bulan. Gaji sebesar Rp.460.000,00/bulan yang semestinya mereka terima pada bulan Februari dan Maret ternyata baru dibayarkan di bulan April.
Guru di Indonesia ibarat ironi lilin yang menerangi kegelapan. Ibarat lilin kecil, guru menerangi kebodohan dengan ilmunya, menghasilkan para ahli dan orang-orang sukses tetapi mereka sendiri akhirnya meleleh habis. Gaji kecil membuat guru tak bisa memperhatikan kondisi keluarga mereka, dimana pendidikan anak-anaknya justru terancam putus. Kondisi demikian yang seringkali memicu guru melakukan "pelacuran pendidikan". Guru menjual nilai dengan kedok les, menjual soal ujian, atau terlibat "mafia" pengadaan buku adalah ekses negatif dari rendahnya kesejahteraan mereka selain masalah moral tentunya. Desakan kebutuhan yang kian menghimpit dan rengekan anak istri bisa membuat mental mereka jatuh dan keteguhan hati merekapun luluh. Mereka hanyalah manusia biasa seperti kita sehingga tak jarang terpaksa menjual apa yang mereka punya untuk memenuhi kebutuhan sementara gaji tak mencukupi.
Sebagian orang bahkan ada yang sangat satire menyebutkan sekarang ini generasi muda Indonesia diambang kehancuran. Bagaimana tidak, jika pendidikan yang merupakan investasi SDM justru diabaikan. Kita tahu kegagalan mendidik generasi muda sama dengan membawa negeri ini ke jurang kehancuran. Sebuah pepatah mengatakan, bangsa yang memiliki generasi muda andal yang akan memiliki masa depan.
Disini kita pertanyakan lagi komitmen pemerintah dalam menangani masalah pendidikan. Alokasi 20 % APBN untuk sektor pendidikan harus segera direalisasikan. Keseriusan pemerintah untuk menangani masalah pendidikan adalah solusi yang realistis untuk menyelamatkan dunia pendidikan kita. Jangan sampai terlambat selagi masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri.

Pendidikan murah dan berkualitas bukan sekedar utopia jika kita mau berusaha mewujudkannya. Permasalahannya terletak dari keseriusan pemerintah dalam menanganinya. Jika sebagian masyarakat kita sudah sadar dan bergeliat untuk mewujudkan pendidikan murah dan berkualitas tentunya pemerintah harus lebih lebar membuka mata dan mengasah kepekaan. Apa yang dilakukan aktifis Front Perjuangan Rakyat Miskin yang menyelenggarakan sekolah rakyat maupun keberadaan sekolah alternatif Al Qaryah Tayyibah semestinya bisa memberi inspirasi bahwa mewujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas untuk rakyat miskin bukanlah hal mustahil. Pendidikan bagi sebuah bangsa bukan semata-mata mencetak anak didik yang memiliki kemampuan akademis saja tetapi juga sarana mewariskan nilai-nilai, budaya, sejarah, dan adat istiadat yang menjadi jatidiri suatu bangsa. Ketika pendidikan telah menjadi ajang komersial maka dengan sendirinya tujuan pendidikan bagi sebuah bangsa tidak akan tercapai.

HIDAYAH DI AKHIR HAYAT

Pagi itu Senin jam 7.30 pagi di bulan Agustus merupakan hari pertamaku mulai kursus komputer di sebuah lembaga pendidikan komputer di kota Yogyakarta. Setelah tidak berhasil lolos dari seleksi UMPTN ketika itu aku memutuskan untuk memilih mengikuti kursus komputer guna melanjutkan studiku. Pagi yang cerah di Kota Pelajar hari itu diwarnai wajah-wajah ceria dari teman-temanku kursus yang datang dari berbagai kota. Sambil tersenyum mereka saling berekenalan satu sama lain dan suasanapun mulai ramai. Aku sendiri lebih suka diam dan menyendiri di pojokan kelas. Bagiku ketika itu rasanya masih sulit untuk tersenyum setelah gagal lolos dari UMPTN.
Ditengah keasyikanku menyaksikan teman-teman baruku saling berkenalan, kulihat di pintu gerbang seorang pemuda berkulit sawo matang, rambut gondrong dan tubuh gempal memasuki halaman kampus. Sambil menaiki sepeda federalnya, pemuda berkaos hijau dan bercelana jins itu masuk ke halaman kampus. Setelah menaruh sepedanya di tempat parkir, ia bergegas berjalan kearah kerumunan teman-temanku, sementara keringat nampak masih bercucuran di wajahnya. Sejurus kemudian ia nampak bertanya kepada teman-temanku.
"Eh kelas ADM 2 dimana yach ?" tanyanya.
" Oh ini kelas ADM 2" jawab beberapa orang temanku.
Tak lama kemudian dia mulai memperkenalkan diri kepada teman-teman barunya. Dari logat bicaranya nampak kalau dia bukan dari Jawa, tetapi dari daerah Sumatera. Bel tanda masuk berbunyi, aku dan teman-teman bergegas masuk untuk mengikuti pelajaran hari itu. Pemuda itu menempati tempat duduk tepat di depanku. Setelah  menaruh tas punggungnya, ia mengulurkan tangan kepada teman yang duduk di sebelahnya seraya mnyevut namanya.
"Heri" katanya memperkenalkan diri kepada teman yang duduk di belahnya.
" Deni" kata teman yang duduk di sebelahnya menjawab.
Acara hari pertama itu diisi dengan perkenalan dari tentor dan juga dari peserta kursus. Setelah tentor memperkenalkan diri selanjutnya satu persatu teman-teman pun memperkenalkan dirinya. Tibalah kesempatan Heri untuk memperkenalkan dirinya. Dengan mantap ia melangkah ke depan kelas untuk memperkenalkan diri.
"Nama saya Heri, saya dari Palembang" katanya mulai memperkenalkan diri.
Selanjutnya cerita tentang asal sekolah,  daerah asal, hobi sepakbolanya  dan tidak lupa empek-empek Palembang meluncur dari bibirnya dengan lancar. Sepintas kutangkap kesan kalau ia seorang yang ceria dan mudah bergaul. Hari pertama perkenalan usai dan aku pun pulang dengan membawa kesan terhadap teman-teman baruku termasuk Heri.
Siang itu ba'da dhuhur adalah waktunya bagi kelasku ADM 2 untuk praktek komputer setelah beberapa hari menerima teori di kelas. Sambil menunggu jadwal masuk aku dan teman-teman duduk di kursi depan ruang lab komputer dan bercanda satu sama lain. Tak lama kemudian Heri datang dan langsung duduk di sebelahku. Dari dalam tasnya ia mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan kemudian kres rokok itupun sudah mulai mengepulkan asap dari mulutnya. Heri pun mulai membuka pembicaraan denganku.
" Bagaimana kabar hari ini?" tanyannya padaku.
"Baik " jawabku.
Percakapan kamipun mulai mengalir meskipun masih bersifat umum. Memang semenjak perkenalan di kelas beberapa waktu lalu kami belum sempat banyak berbagi cerita. Akupun baru tahu tentang dia sebatas apa yang disampaikanya di depan kelas. Kamipun berbagi cerita tentang daerah asal, masa-masa SMA dahulu dan tentu saja kesamaan hobi kami bermain sepak bola. Kesamaan hobi antara kami membuat kami cepat akrab.
"Di Yogya kamu tinggal dimana?" tanyaku.
"Aku tinggal di Janti bareng paman" katanya.
Hari-hari selanjutnya Heri semakin terbuka dan menceritakan banyak hal tentang kehidupan di daerah asalnya. Ia bercerita bahwa semasa SMA dahulu ia banyak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar berbagai aturan agama dan masyarakat. Kepercayaannya kepadaku membuatnya tidak sungkan lagi untuk membeberkan rahasia bagaimana ia bisa terjerumus ke dunia hitam. Dimasa SMAnya narkoba dan  miras merupakan kawan akrab dalam kehidupan sehari-harinya. Meninggalkan kewajiban yang disyariatkan agama seperti shalat dan puasa merupakan hal biasa dalam kehidupannya. Ada getir kepahitan ketika ia membagi ceritanya kepadaku.
" Selama ini shalatku masih bolong-bolong, puasa ramadhan pun tidak pernah penuh" katanya.
" Sebenarnya aku ingin berubah, tetapi teman-teman dan lingkunganku membuatku sulit untuk melakukan itu. Aku selalu tak kuasa menghadapi bujuk rayu mereka" ujarnya menambahkan.
Menurutnya keputusan meninggalkan tanah kelahiran dan pergi ke Yogyakarta selain untuk menuntut ilmu juga sekaligus menjauh dari teman-temannya. " Kalau aku tetap di Palembang  akan sulit untuk menghindar dari mereka" tambahnya. Sayangnya di Yogyakarta pun ia sulit melepaskan diri dari kebiasaan buruknya dahulu. Tinggal jauh dari orang tua dan faktor pengaruh lingkungan tempatnya tinggal membuatnya sulit untuk lepas dari jerat-jerat iblis tersebut. Hari-hari berlalu, aku disibukkan dengan berbagai pelajaran kursusku demikian pula dia sehingga kami jarang berkumpul dengan mengobrol lagi. Paling-paling kalau ketemu hanya sekedar bertukar sapa. Aku tak tahu lagi bagaimana dengan kebiasaan buruknya itu karena ia jarang berbagi cerita lagi denganku.
Hari itu suasana kampus agak ramai aku dan teman-teman mengamati papan pengumuman yang memuat jadwal acara untuk bulan Ramadhan. Sebentar lagi memang bulan puasa sehingga pihak kampus dan teman-teman berencana untuk mengadakan berbagai kegiatan seperti acara buka puasa bersama, taklim dan juga shalat tarawih di kampus. Ketika sedang asyik mengamati papan pengumuman itu, tiba-tiba Heri datang menghampiri. Setelah berbasa-basi sebentar iapun menyampaikan sesuatu yang cukup mengejutkanku.
"Bagaimana kalau bulan puasa nanti aku tinggal di kostmu? katanya kepada temanku Acep yang berdiri di sebelahku. Selain aku, Acep merupakan salah satu teman yang cukup dekat dengannya.
"Kagak masalah" jawab Acep dengan logat betawi yang khas.
Kemudian Heri menjelaskan alasanya ingin tinggal di kost Acep selama bulan Ramadhan nanti.
" Bulan puasa nanti aku ingin puasa penuh" katanya.
" Kalau masih tinggal bareng paman aku tidak yakin dapat menjalankan puasa dengan penuh. Tahu sendiri lingkungan disana" tambahnya.
Selain alasan itu ia mengungkapkan kalau selama beberapa bulan ini ia belum mendapat kiriman uang dari orangtuanya. Artinya selama bulan puasa nanti ia tidak punya uang untuk makan. Temanku Acep menyanggupi untuk membantu selama ia belum dapat kiriman.
"Gak masalah, kamu tinggal aja di kostku. Aku yang tanggung" kata Acep.
Bulan puasapun tiba, kami menyambutnya dengan gembira dan penuh keinginan untuk bisa beramal shalih sebanyak mungkin di bulan mulia ini. Selama tinggal di kost Acep, Heri berubah menjadi lebih baik. Puasanya tidak pernah bolong seperti yang sering dilakukannya dulu. Shalatnyapun tidak pernah ketinggalan lagi. Selain itu Heri juga meminta aku dan Acep untuk mengajarinya membaca Al Qur'an, karena selama ini ia belum bisa membaca dengan baik. Pendek kata bulan puasa dilaluinya dengan berbagai amal shalih yang dulu sering ditinggalkannya. Bulan puasapun usai dan 'idul fitri pun tiba. Aku dan Acep pulang kampung untuk bertemu dengan keluarga sedangkan Heri memilih untuk tetap tinggal di Yogya bersama kakeknya di Seyegan.
Setelah lebaran, kursuspun dimulai kembali. Banyak hal yang telah berubah pada diri Heri. Shalatnya tidak pernah bolong-bolong lagi, bahkan amalan sunah seperti puasa senin kamis dan shalat sunah sering dilakukannya. Kebiasaaan merokoknya juga sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang. Pagi itu Heri datang ke kampus dengan wajah ceria. Ia segera menemui kami seperti biasa.
"Aku punya rencana bagus, akau ingin meminta pendapat kalian" katanya.
"Rencana apa ? tanyaku dan Acep hampir berbarengan.
"Aku ingin pergi ke pesantren setelah selesai kursus nanti" katanya.
Kamipun terkejut dengan apa yang diutarakannya. Tetapi aku segera paham bahwa jika Alloh telah memberikan hidayah maka tidak ada yang dapat menghalanginya. Benarlah apa yang difirmankan –NYA "… barang siapa yang diberi Alloh petunjuk maka tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya dan barang siapa yang  disesatkan Alloh maka tiada yang dapat memberinya petunjuk"
Dua hari setelah mengutarakan keinginannnya kepada kami, Heri tidak masuk kursus. Hari pertama tidak ada pemberitahuan mengapa ia tidak masuk. Hari kedua nampak surat ijin yang dikirim oleh kakeknya menyatakan kalau ia tidak masuk karena sakit. Pagi itu adalah hari ketiga ia tidak masuk. Seperti biasa pagi itu aku datang ke kampus untuk mengikuti pelajaran. Ketika melangkahkan kaki memasuki halaman kampus terlihat beberapa anak bergerombol sambil membicarakan sesuatu. Beberapa anak putri nampak meneteskan air mata. Perasaanku tidak karuan dan hatiku bertanya-tanya  ada apa gerangan. Kulihat dari kejauhan wajah Acep nampak lesu. Setelah akau semakin dekat kearah papan pengumuman di depan kampus mataku tertuju pada secarik kertas pengumuman yang tertempel disana. Innalilahi Wa Inna ilaihi raji'un, Heri telah meninggal dunia. Aku tertegun, tetapi seghera kuingat firman Alloh yang berbunyi " apabila ajal telah datang maka tidak ada yang dapat menyegerakan atau mengahirkan meskipun sesaat"
Maha besar Alloh yang memberikan hidayahnya kepada Heri sehingga di sisa akhir hidupnya ia masih diberi kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar.




Saturday, July 13, 2013

BECIK KETITIK OLO KETORO

Pendidikan didefiniskan dalam beragam bentuk, cara dan tujuan. Menurut UU no. 20 tahun 2003 pendidikan disebut sebagai: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa & negara. (ps.1).

Definisi tersebut menggambarkan bagaimana pendidikan sejatinya merupakan upaya untuk membentuk karakter baik manusia sehingga mampu berperan positif bagi diri, masyarakat, bangsa dan negaranya. Keberhasilan pendidikan bukanlah angka-angka ajaib kelulusan melainkan sejauh mana peserta didik tersebut memiliki kualitas paripurna dalam kendali spiritual, sehingga mampu memadukan keerdasan akal dengan kemuliaan akhlak ketika menghadapi suatu masalah.
Artinya pendidikan tidak dimaksudkan untuk menjadikan pribadi instan atau mengkarbit manusia menjadi sosok tertentu dengan ukuran keberhasilan ragawi semata. Fenomena budaya korupsi yang terjadi pada bangsa ini menunjukkan bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan pribadi manusia yang utuh secara spiritual dan fisik. Kalau kita cermati, pelaku korupsi justru mereka yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.
Fenomena tersebut tentunya tidak bisa dilepaskan dari budaya menerabas yang seolah sudah begitu kuat menancap dalam kepribadian bangsa ini. Prof. Koentjaraningrat menyebutkan lima sifat mentalitas yang tidak sesuai dengan pembangunan. Salah satunya sifat mentalitas yang suka menerabas. Menerabas artinya mengabaikan proses dan mementingkan hasil. Mentalitas menerabas berarti meremehkan mutu ketika mengharapkan keunggulan hasil dan mengacuhkan kualitas proses. Manusia lebih memilih jalan yang paling mudah dalam melakukan sesuatu tanpa melalui proses yang benar. Budaya menerabas menjadi akar pembenaran praktek korupsi.
Proses tersebut melalui tahapan konstruksi realitas yang dialami oleh bangsa ini. Dalam pandangan Berger proses tersebut melalui tiga tahapan. Pertama, ekternalisasi yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Kedua, objektivasi yaitu hasil yang telah dicapai baik secara mental maupun fisik dari eksternalisasi yang telah dilakukan manusia. Eksternalisasi menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi manusia itu sendiri. Ketiga, internalisasi yaitu proses penyerapan kembali dunia objektif kedalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia social (Eriyanto,2002:13). Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat.
Ketika korupsi sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka proses untuk menghilangkan praktek korupsi membutuhkan lebih dari sekedar pendekatan hukum. Ada pendekatan budaya yang diinternalisasi melalui pendidikan sebagai upaya merubah budaya korupsi tersebut. Pendidikan semestinya mampu menciptakan generasi steril yang bebas dari praktek korupsi. Harapannya generasi koruptor yang saat ini menguasasi bangsa Indonesia tidak menular ke generasi berikutnya.
Melihat praktek pendidikan kita saat banyak pekerjaan yang harus dibenahi terutama terkait pembentukan sikap dan perilaku anak didik. Pendidikan semestinya tidak menjadikan penilaian kuantitatif sebagai acuan keberhasilan. Perubahan sikap mental dan spiritual dari peserta didiklah yang semestinya menjadi acuan utama. Tahun ajaran baru 2013/2014 bisa dijadikan momentum untuk melakukan perubahan. Kementerian Pendidikan Nasional berencana untuk menerapkan kurikulum baru untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya. Titik berat kurikulum 2013 menekankan pada kemampuan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) ide dan gagasan.
Untuk mendukung keberhasilan penerapan kurikulum baru tersebut diperlukan upaya serius untuk menggali beragam potensi kekayaan nilai dalam masyarakat kita sehingga kurikulum baru tidak kehilangan ruhnya. Dalam setiap satuan budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat kita sejatinya tertanam beragam ajaran luhur yang bisa diimplementasikan untuk mendukung kesuksesan pendidikan. Sehingga peserta didik mampu berperan aktif dalam menyelesaikan baragam persoalan bangsa. Salah satu persoalan bangsa yang membutuhkan perhatian serius adalah budaya korupsi yang sudah mengakar kuat.
Salah satu yang patut digali sebagai rujukan pendidikan karakter bangsa ini adalah luhurnya nilai-nilai budaya Jawa. Beragam pepatah, ular-ular, nasehat, wejangan dan kesahajaan budaya Jawa bisa menjadi sumber pendidikan yang tidak terhingga. Salah satunya adalah peribahasa Jawa yang berbunyi: Becik ketitik olo ketoro. Peribahasa Becik ketitik olo ketoro mengandung makna dan arti suatu kebenara atau perbuatan baik meskipun dilakukan secara diam-diam maka lambat laun akan diketahui juga, demikian halnya sepandai-pandainya menyimpan perbuatan tercela dan kebusukan hati maka lambat laun akan diketahui orang lain juga. Secara ringkas peribahasa ini mengajarkan manusia untuk selalu jujur.
Peribahasa ringkas ini jika terinternalisasi dalam diri setiap elemen bangsa ini, maka budaya korupsi akan bisa dihapuskan. Persoalannya bagaimana mentransfer semangat nilai-nilai luhur ini sehingga menjadi pedoman perilaku. Muncul dalam setiap derap langkah peserta didik baik ketika masa pendidikan maupun kelak ketika berkiprah mempraktekkan ilmunya.
Mengikuti tahapan konstruksi budaya sehingga terinternalisasi dalam diri manusia, maka proses penyerapan nilai-nilai luhur peribahasa Becik ketitik olo ketoro bisa dimulai dari berbagai sisi. Keteladanan di berbagai sisi kehidupan akan memudahkan proses kontruksi nilai-nilai luhur ini. Kejujuran bukanlah sebuah konsep abstrak yang merugikan kehidupan manusia. Sebaliknya dengan kejujuran kehidupan manusia akan lebih baik. Di sekolah misalnya, ajarkan para siswa untuk menempuh segala proses dengan tahapan yang benar. Yakinkan mereka bahwa proses yang benar dan jujur lebih diutamakan daripada hasil akhir kumpulan nilai.
Dalam prakteknya tentu tidak mudah. Kita menyadari kalau banyak sekolah dan guru masih menempatkan besaran nilai sebagai acuan keberhasilan pendidikan. Seorang anak yang jujur masih dianggap tidak berhasil dalam pendidikan kalau dia tidak lulus ujian sekolah atau ujian nasional. Seorang anak yang jujur dalam setiap ucapan dan tingkah lakunya tetap tidak lulus sekolah kalau tidak berhasil mencapai besaran nilai minimal yang sudah ditetapkan. Kondisi ini tentu menakutkan bagi setiap siswa. Muaranya mereka lebih memilih segala cara untuk mendapat nilai bagus alih-alih mempertahankan kejujuran yang sudah dianut selama ini.
Kondisi di rumah juga harus mendukung proses internalisasi nilai Becik ketitik olo ketoro ini. Kalau orang tua masih menjadikan acuan nilai sebagai standar keberhasilan pendidikan putra-putrinya maka internalisasi Becik ketitik olo ketoro sulit dilakukan. Di rumah, proses ini membutuhkan kerjasama dari semua elemen. Orang tua, anak, kakek, nenek dan siapapun yang tinggal bersama harus bekerjasama untuk menanamkan nilai-nilai tersebut.
Teringat ketika di masa kecil orang tua dan lingkungan di jaman dulu begitu intens menanamkan nilai-nilai luhur budaya Jawa. Praktek tersebut yang nampaknya mulai surut baik di lingkungan pendidikan formal maupun non formal. Ada kecenderungan untuk memupuk kebanggaan ketika sumber-sumber nilai yang diajarkan justru diadopsi dari budaya bangsa lain. Seolah-olah kearifan nilai-nilai lokal tidak layak lagi dijadikan acuan dalam proses penyusunan materi-materi pendidikan.
Maka pemikiran tokoh-tokoh lokal seolah terpinggirkan dengan kehadiran pemikir asing yang lebih mampu mengkonseptualisasikan sebuah ide. Bukankah selama ini sudah terbukti keberhasilan para pendahulu bangsa ini untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran. Sebelum kemudian datang konsep-konsep pendidikan baru yang mulai mengikis keberadaan kearifan nilai-nilai lokal. Kembali menggali warisan budaya bangsa ini kemudian kembali pada praktek-praktek yang telah diterapkan berpuluh tahun, bisa menjadi jalan keluar untuk mendidik karaktek bangsa.