Monday, October 23, 2017

Harga BBM dan Keterbukaan Informasi Publik



Kenaikan harga BBM selalu menjadi kebijakan sensitif bagi setiap pemerintahan. Siapapun yang memegang kendali pemerintahan menempatkan harga BBM sebagai tolok ukur respon publik terhadap kinerja pemerintah. Secara sederhana, jika harga BBM dinaikkan maka gejolak di masyarakat akan muncul, sementara jika tidak dinaikkan maka beban subsidi yang membengkak. Kenaikan harga BBM selalu diikuti kenaikan harga kebutuhan pokok, transportasi dan harga lainnya. Produsen menaikkan harga barang karena biaya produksi dan pengiriman barang meningkat. Tranpsortasi naik karena biaya operasional kendaraan juga naik. 

Keterbukaan informasi publik
Setiap muncul kebijakan kenaikan harga BBM maka alasan yang diberikan oleh pemerintah nyaris selalu sama. Kenaikan harga minyak di pasar internasional, beban subsidi terlalu besar, dan subsidi salah sasaran menjadi alasan pemerintah menaikkan harga BBM. Persoalannya benarkah kenaikan harga BBM hanya disebabkan oleh faktor-faktor tersebut?. Atau justru faktor politisasi anggaran dan kepentingan politis lainnya yang lebih mendasari kebijakan harga BBM.
Di era keterbukaan informasi publik semestinya rakyat berhak tahu lebih banyak karena kenaikan harga BBM berimbas secara nyata pada kehidupan mereka. Kenaikan harga BBM harus dijelaskan kepada publik dengan terbuka. Di Indonesia, keterbukaan informasi publik dijamin dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Karena itu tidak ada lagi alasan menutupi informasi publik seperti di masa lalu.
Tujuan dari UU tersebut adalah adanya jaminan hak bagi rakyat untuk mengetahui rencana, program, proses, alasan pengambilan suatu keputusan publik termasuk yang terkait dengan hajat hidup orang banyak.
Terkait dengan kebijakan harga BBM, masyarakat perlu tahu kenapa harga BBM dinaikan atau diturunkan. Alasan yang mendasari kenaikan harga harus diungkapkan dengan jelas dan rasional. Alasan klasik yang dikemukakan pemerintah seperti kenaikan harga minyak di pasar internasional, beban subdisi, dan subsidi salah sasaran ternyata masih bisa diperdebatkan.
Banyak pakar yang memberikan alasan logis berbeda dengan yang diungkapkan oleh pemerintah. Dalam proses pengambilan keputusan kenaikan harga BBM rakyat juga harus tahu mekanisme yang ditempuh termasuk argumentasi yang pro dan kontra. Mengingat harga BBM berimbas pada banyak sektor lain, semestinya manajemen harga BBM dilakukan secara terencana dalam jangka panjang.
Kemudian janji yang diberikan oleh pemerintah setiap kali harga BBM naik adalah pengalihan subsidi ke sektor lain atau kepada yang lebih berhak. Pertanyaannya kemanakah sebenarnya pengurangan subsidi tersebut dialihkan, dan siapa yang disebut berhak menerima pengalihan subsidi. Jawaban yang lazim diberikan adalah subsidi dialihkan untuk meningkatkan anggaran infrastruktur, kesehatan, pendidikan. Jawaban ini terlalu normatif karena rakyat tidak tahu berapa sebenarnya subsidi yang dialihkan dan benarkah dialihkan untuk sektor tersebut.
Sebagai contoh saat ini harga premium 6.500 rupiah. Jika premium dinaikkan menjadi 8.000 rupiah kemanakah selisih subsidi tersebut dialihkan. Informasi seperti inilah yang  tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat. Masyarakat juga perlu tahu apa saja langkah nyata yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan harga BBM. Apa saja yang telah dan akan dilakukan pemerintah mengatasi persoalan ini.
Terkait dengan proses keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik sebagaimana amanat UU tersebut perlu diperjelas bagaimana implementasinya. Apakah persetujuan dari DPR dan DPD dianggap sebagai representasi keinginan masyarakat. Atau diperlukan semacam referendum untuk meminta pendapat publik tentang kenaikan harga BBM.
Cepat, tepat, mudah
Salah satu prinsip dalam UU tersebut menyebutkan bahwa Setiap informasi harus dapat diperoleh secara cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.  Prinsip ini sejalan dengan keterbukaan informasi public. Terkait dengan kenaikan harga BBM rakyat perlu mendapatkan informasi ini dengan cepat, tepat dan mudah. Kalau masih ada kesulitan untuk mengakses informasi tersebut berarti prinsip undang-undang belum berjalan.
Setiap tanggal 28 September diperingati hari Hak untuk Tahu. Hari tersebut pertama kali ditetapkan pada tahun 2002 oleh sekelompok aktivis di Sofia, Bulgaria. Penetapan hari tersebut untuk menumbuhkan kesadaran global bahwa masyarakat berhak mendapatkan dan mengakses informasi tentang penyelenggaraan negara. Kegiatan tersebut digelar untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap informasi publik. Muaranya adalah tercipta pemerintahan yang transparan, akuntabel dan mampu menghasilkan kebijakan publik prorakyat. Momentum Hari Hak untuk Tahu yang diperingati setiap tahun, semestinya bisa mendorong pemerintah, masyarakat, dan segenap elemen bangsa untuk peduli terhadap informasi publik.