Kenaikan harga BBM selalu
menjadi kebijakan sensitif bagi setiap pemerintahan. Siapapun yang memegang
kendali pemerintahan menempatkan harga BBM sebagai tolok ukur respon publik
terhadap kinerja pemerintah. Secara sederhana, jika harga BBM dinaikkan maka
gejolak di masyarakat akan muncul, sementara jika tidak dinaikkan maka beban
subsidi yang membengkak. Kenaikan harga BBM selalu diikuti kenaikan harga
kebutuhan pokok, transportasi dan harga lainnya. Produsen menaikkan harga
barang karena biaya produksi dan pengiriman barang meningkat. Tranpsortasi naik
karena biaya operasional kendaraan juga naik.
Keterbukaan informasi publik
Setiap muncul kebijakan kenaikan
harga BBM maka alasan yang diberikan oleh pemerintah nyaris selalu sama. Kenaikan
harga minyak di pasar internasional, beban subsidi terlalu besar, dan subsidi
salah sasaran menjadi alasan pemerintah menaikkan harga BBM. Persoalannya
benarkah kenaikan harga BBM hanya disebabkan oleh faktor-faktor tersebut?. Atau
justru faktor politisasi anggaran dan kepentingan politis lainnya yang lebih
mendasari kebijakan harga BBM.
Di era keterbukaan informasi
publik semestinya rakyat berhak tahu lebih banyak karena kenaikan harga BBM
berimbas secara nyata pada kehidupan mereka. Kenaikan harga BBM harus
dijelaskan kepada publik dengan terbuka. Di Indonesia, keterbukaan informasi
publik dijamin dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Karena itu tidak ada lagi alasan menutupi informasi publik seperti di masa
lalu.
Tujuan dari UU tersebut adalah adanya
jaminan hak bagi rakyat untuk mengetahui rencana, program, proses, alasan
pengambilan suatu keputusan publik termasuk yang terkait dengan hajat hidup
orang banyak.
Terkait dengan kebijakan harga
BBM, masyarakat perlu tahu kenapa harga BBM dinaikan atau diturunkan. Alasan
yang mendasari kenaikan harga harus diungkapkan dengan jelas dan rasional.
Alasan klasik yang dikemukakan pemerintah seperti kenaikan harga minyak di
pasar internasional, beban subdisi, dan subsidi salah sasaran ternyata masih
bisa diperdebatkan.
Banyak pakar yang memberikan
alasan logis berbeda dengan yang diungkapkan oleh pemerintah. Dalam proses
pengambilan keputusan kenaikan harga BBM rakyat juga harus tahu mekanisme yang
ditempuh termasuk argumentasi yang pro dan kontra. Mengingat harga BBM berimbas
pada banyak sektor lain, semestinya manajemen harga BBM dilakukan secara
terencana dalam jangka panjang.
Kemudian janji yang diberikan
oleh pemerintah setiap kali harga BBM naik adalah pengalihan subsidi ke sektor
lain atau kepada yang lebih berhak. Pertanyaannya kemanakah sebenarnya
pengurangan subsidi tersebut dialihkan, dan siapa yang disebut berhak menerima
pengalihan subsidi. Jawaban yang lazim diberikan adalah subsidi dialihkan untuk
meningkatkan anggaran infrastruktur, kesehatan, pendidikan. Jawaban ini terlalu
normatif karena rakyat tidak tahu berapa sebenarnya subsidi yang dialihkan dan
benarkah dialihkan untuk sektor tersebut.
Sebagai contoh saat ini harga
premium 6.500 rupiah. Jika premium dinaikkan menjadi 8.000 rupiah kemanakah
selisih subsidi tersebut dialihkan. Informasi seperti inilah yang tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat.
Masyarakat juga perlu tahu apa saja langkah nyata yang dilakukan pemerintah
untuk mengatasi persoalan harga BBM. Apa saja yang telah dan akan dilakukan
pemerintah mengatasi persoalan ini.
Terkait dengan proses
keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik sebagaimana amanat
UU tersebut perlu diperjelas bagaimana implementasinya. Apakah persetujuan dari
DPR dan DPD dianggap sebagai representasi keinginan masyarakat. Atau diperlukan
semacam referendum untuk meminta pendapat publik tentang kenaikan harga BBM.
Cepat, tepat, mudah
Salah satu prinsip dalam UU
tersebut menyebutkan bahwa Setiap informasi harus dapat diperoleh secara cepat
dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Prinsip ini sejalan dengan keterbukaan
informasi public. Terkait dengan kenaikan harga BBM rakyat perlu mendapatkan
informasi ini dengan cepat, tepat dan mudah. Kalau masih ada kesulitan untuk
mengakses informasi tersebut berarti prinsip undang-undang belum berjalan.
Setiap tanggal 28 September
diperingati hari Hak untuk Tahu. Hari tersebut pertama kali ditetapkan pada
tahun 2002 oleh sekelompok aktivis di Sofia, Bulgaria. Penetapan hari tersebut
untuk menumbuhkan kesadaran global bahwa masyarakat berhak mendapatkan dan
mengakses informasi tentang penyelenggaraan negara. Kegiatan tersebut digelar
untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap informasi publik. Muaranya
adalah tercipta pemerintahan yang transparan, akuntabel dan mampu menghasilkan
kebijakan publik prorakyat. Momentum Hari Hak untuk Tahu yang diperingati
setiap tahun, semestinya bisa mendorong pemerintah, masyarakat, dan segenap
elemen bangsa untuk peduli terhadap informasi publik.
No comments:
Post a Comment