Pagi itu Senin
jam 7.30 pagi di bulan Agustus merupakan hari pertamaku mulai kursus komputer
di sebuah lembaga pendidikan komputer di kota
Yogyakarta . Setelah tidak berhasil lolos dari
seleksi UMPTN ketika itu aku memutuskan untuk memilih mengikuti kursus komputer
guna melanjutkan studiku. Pagi yang cerah di Kota Pelajar hari itu diwarnai
wajah-wajah ceria dari teman-temanku kursus yang datang dari berbagai kota . Sambil tersenyum
mereka saling berekenalan satu sama lain dan suasanapun mulai ramai. Aku
sendiri lebih suka diam dan menyendiri di pojokan kelas. Bagiku ketika itu
rasanya masih sulit untuk tersenyum setelah gagal lolos dari UMPTN.
Ditengah
keasyikanku menyaksikan teman-teman baruku saling berkenalan, kulihat di pintu
gerbang seorang pemuda berkulit sawo matang, rambut gondrong dan tubuh gempal
memasuki halaman kampus. Sambil menaiki sepeda federalnya, pemuda berkaos hijau
dan bercelana jins itu masuk ke halaman kampus. Setelah menaruh sepedanya di
tempat parkir, ia bergegas berjalan kearah kerumunan teman-temanku, sementara
keringat nampak masih bercucuran di wajahnya. Sejurus kemudian ia nampak
bertanya kepada teman-temanku.
"Eh
kelas ADM 2 dimana yach ?" tanyanya.
" Oh
ini kelas ADM 2" jawab beberapa orang temanku.
Tak lama
kemudian dia mulai memperkenalkan diri kepada teman-teman barunya. Dari logat
bicaranya nampak kalau dia bukan dari Jawa, tetapi dari daerah Sumatera. Bel
tanda masuk berbunyi, aku dan teman-teman bergegas masuk untuk mengikuti
pelajaran hari itu. Pemuda itu menempati tempat duduk tepat di depanku. Setelah
menaruh tas punggungnya, ia mengulurkan
tangan kepada teman yang duduk di sebelahnya seraya mnyevut namanya.
"Heri"
katanya memperkenalkan diri kepada teman yang duduk di belahnya.
"
Deni" kata teman yang duduk di sebelahnya menjawab.
Acara hari
pertama itu diisi dengan perkenalan dari tentor dan juga dari peserta kursus.
Setelah tentor memperkenalkan diri selanjutnya satu persatu teman-teman pun
memperkenalkan dirinya. Tibalah kesempatan Heri untuk memperkenalkan dirinya. Dengan
mantap ia melangkah ke depan kelas untuk memperkenalkan diri.
"Nama
saya Heri, saya dari Palembang "
katanya mulai memperkenalkan diri.
Selanjutnya cerita
tentang asal sekolah, daerah asal, hobi
sepakbolanya dan tidak lupa empek-empek Palembang meluncur dari
bibirnya dengan lancar. Sepintas kutangkap kesan kalau ia seorang yang ceria
dan mudah bergaul. Hari pertama perkenalan usai dan aku pun pulang dengan
membawa kesan terhadap teman-teman baruku termasuk Heri.
Siang itu
ba'da dhuhur adalah waktunya bagi kelasku ADM 2 untuk praktek komputer setelah
beberapa hari menerima teori di kelas. Sambil menunggu jadwal masuk aku dan
teman-teman duduk di kursi depan ruang lab komputer dan bercanda satu sama
lain. Tak lama kemudian Heri datang dan langsung duduk di sebelahku. Dari dalam
tasnya ia mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan kemudian kres
rokok itupun sudah mulai mengepulkan asap dari mulutnya. Heri pun mulai membuka
pembicaraan denganku.
"
Bagaimana kabar hari ini?" tanyannya padaku.
"Baik
" jawabku.
Percakapan
kamipun mulai mengalir meskipun masih bersifat umum. Memang semenjak perkenalan
di kelas beberapa waktu lalu kami belum sempat banyak berbagi cerita. Akupun
baru tahu tentang dia sebatas apa yang disampaikanya di depan kelas. Kamipun
berbagi cerita tentang daerah asal, masa-masa SMA dahulu dan tentu saja
kesamaan hobi kami bermain sepak bola. Kesamaan hobi antara kami membuat kami
cepat akrab.
"Di
Yogya kamu tinggal dimana?" tanyaku.
"Aku
tinggal di Janti bareng paman" katanya.
Hari-hari
selanjutnya Heri semakin terbuka dan menceritakan banyak hal tentang kehidupan di
daerah asalnya. Ia bercerita bahwa semasa SMA dahulu ia banyak melakukan
tindakan-tindakan yang melanggar berbagai aturan agama dan masyarakat.
Kepercayaannya kepadaku membuatnya tidak sungkan lagi untuk membeberkan rahasia
bagaimana ia bisa terjerumus ke dunia hitam. Dimasa SMAnya narkoba dan miras merupakan kawan akrab dalam kehidupan
sehari-harinya. Meninggalkan kewajiban yang disyariatkan agama seperti shalat
dan puasa merupakan hal biasa dalam kehidupannya. Ada getir kepahitan ketika ia membagi
ceritanya kepadaku.
"
Selama ini shalatku masih bolong-bolong, puasa ramadhan pun tidak pernah
penuh" katanya.
"
Sebenarnya aku ingin berubah, tetapi teman-teman dan lingkunganku membuatku
sulit untuk melakukan itu. Aku selalu tak kuasa menghadapi bujuk rayu
mereka" ujarnya menambahkan.
Menurutnya
keputusan meninggalkan tanah kelahiran dan pergi ke Yogyakarta
selain untuk menuntut ilmu juga sekaligus menjauh dari teman-temannya. "
Kalau aku tetap di Palembang
akan sulit untuk menghindar dari
mereka" tambahnya. Sayangnya di Yogyakarta pun ia sulit melepaskan diri dari
kebiasaan buruknya dahulu. Tinggal jauh dari orang tua dan faktor pengaruh
lingkungan tempatnya tinggal membuatnya sulit untuk lepas dari jerat-jerat
iblis tersebut. Hari-hari berlalu, aku disibukkan dengan berbagai pelajaran
kursusku demikian pula dia sehingga kami jarang berkumpul dengan mengobrol
lagi. Paling-paling kalau ketemu hanya sekedar bertukar sapa. Aku tak tahu lagi
bagaimana dengan kebiasaan buruknya itu karena ia jarang berbagi cerita lagi
denganku.
Hari itu
suasana kampus agak ramai aku dan teman-teman mengamati papan pengumuman yang
memuat jadwal acara untuk bulan Ramadhan. Sebentar lagi memang bulan puasa
sehingga pihak kampus dan teman-teman berencana untuk mengadakan berbagai
kegiatan seperti acara buka puasa bersama, taklim dan juga shalat tarawih di
kampus. Ketika sedang asyik mengamati papan pengumuman itu, tiba-tiba Heri
datang menghampiri. Setelah berbasa-basi sebentar iapun menyampaikan sesuatu
yang cukup mengejutkanku.
"Bagaimana
kalau bulan puasa nanti aku tinggal di kostmu? katanya kepada temanku Acep yang
berdiri di sebelahku. Selain aku, Acep merupakan salah satu teman yang cukup
dekat dengannya.
"Kagak
masalah" jawab Acep dengan logat betawi yang khas.
Kemudian
Heri menjelaskan alasanya ingin tinggal di kost Acep selama bulan Ramadhan
nanti.
" Bulan
puasa nanti aku ingin puasa penuh" katanya.
" Kalau
masih tinggal bareng paman aku tidak yakin dapat menjalankan puasa dengan
penuh. Tahu sendiri lingkungan disana" tambahnya.
Selain
alasan itu ia mengungkapkan kalau selama beberapa bulan ini ia belum mendapat
kiriman uang dari orangtuanya. Artinya selama bulan puasa nanti ia tidak punya
uang untuk makan. Temanku Acep menyanggupi untuk membantu selama ia belum dapat
kiriman.
"Gak
masalah, kamu tinggal aja di kostku. Aku yang tanggung" kata Acep.
Bulan
puasapun tiba, kami menyambutnya dengan gembira dan penuh keinginan untuk bisa
beramal shalih sebanyak mungkin di bulan mulia ini. Selama tinggal di kost
Acep, Heri berubah menjadi lebih baik. Puasanya tidak pernah bolong seperti
yang sering dilakukannya dulu. Shalatnyapun tidak pernah ketinggalan lagi.
Selain itu Heri juga meminta aku dan Acep untuk mengajarinya membaca Al Qur'an,
karena selama ini ia belum bisa membaca dengan baik. Pendek kata bulan puasa
dilaluinya dengan berbagai amal shalih yang dulu sering ditinggalkannya. Bulan
puasapun usai dan 'idul fitri pun tiba. Aku dan Acep pulang kampung untuk
bertemu dengan keluarga sedangkan Heri memilih untuk tetap tinggal di Yogya
bersama kakeknya di Seyegan.
Setelah
lebaran, kursuspun dimulai kembali. Banyak hal yang telah berubah pada diri
Heri. Shalatnya tidak pernah bolong-bolong lagi, bahkan amalan sunah seperti
puasa senin kamis dan shalat sunah sering dilakukannya. Kebiasaaan merokoknya
juga sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang. Pagi itu Heri datang ke kampus
dengan wajah ceria. Ia segera menemui kami seperti biasa.
"Aku
punya rencana bagus, akau ingin meminta pendapat kalian" katanya.
"Rencana
apa ? tanyaku dan Acep hampir berbarengan.
"Aku
ingin pergi ke pesantren setelah selesai kursus nanti" katanya.
Kamipun
terkejut dengan apa yang diutarakannya. Tetapi aku segera paham bahwa jika
Alloh telah memberikan hidayah maka tidak ada yang dapat menghalanginya. Benarlah
apa yang difirmankan –NYA "… barang siapa yang diberi Alloh petunjuk maka
tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkan Alloh maka tiada yang dapat
memberinya petunjuk"
Dua hari
setelah mengutarakan keinginannnya kepada kami, Heri tidak masuk kursus. Hari
pertama tidak ada pemberitahuan mengapa ia tidak masuk. Hari kedua nampak surat
ijin yang dikirim oleh kakeknya menyatakan kalau ia tidak masuk karena sakit.
Pagi itu adalah hari ketiga ia tidak masuk. Seperti biasa pagi itu aku datang
ke kampus untuk mengikuti pelajaran. Ketika melangkahkan kaki memasuki halaman
kampus terlihat beberapa anak bergerombol sambil membicarakan sesuatu. Beberapa
anak putri nampak meneteskan air mata. Perasaanku tidak karuan dan hatiku
bertanya-tanya ada apa gerangan. Kulihat
dari kejauhan wajah Acep nampak lesu. Setelah akau semakin dekat kearah papan
pengumuman di depan kampus mataku tertuju pada secarik kertas pengumuman yang
tertempel disana. Innalilahi Wa Inna ilaihi raji'un, Heri telah meninggal
dunia. Aku tertegun, tetapi seghera kuingat firman Alloh yang berbunyi "
apabila ajal telah datang maka tidak ada yang dapat menyegerakan atau
mengahirkan meskipun sesaat"
Maha besar
Alloh yang memberikan hidayahnya kepada Heri sehingga di sisa akhir hidupnya ia
masih diberi kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar.
No comments:
Post a Comment