Monday, December 9, 2013

Namanya AYas

Minggu pagi itu kami kedatangan tamu-tamu istimewa. Mereka adalah sosok-sosok yang luar biasa menghadapi kehidupan. Bahkan ditengah segala kekurangan dan kesulitan yang mereka hadapi, mereka tetap berusaha menghadirkan kebahagiaan bagi orang lain.

Pagi itu Bu Mardiana datang bertamu ke rumah kami, bersamanya datang Kholid putranya yang baru berusia sekitar 2 tahun. TIdak lama kemudian datang kakaknya yang bernama Ayas, masih kelas 2 SD. Bu Mardiana adalah single parent dengan 10 anak (luar biasa kan). Suaminya meninggal sekitar 2 tahun yang lalu tepat ketika Kholid putra bungsunya masih dalam kandungan. Setelah suaminya meninggal Bu Mardiana harus meninggalkan rumah tempatnya bernaung selama ini. Urusan dalam negeri di lingkungan keluarga besar membuatnya harus hengkang dari rumah. Bayangkan dalam kondisi hamil tua, membawa sembilan anak dan tidak banyak uang yang dimiliki dia harus mencari tempat tinggal bagi anak-anaknya.

Bu Mardiana selama ini bertindak sebagai ibu rumah tangga. Sehingga ketika suaminya meninggal semua beban jatuh ke pundaknya. Dengan bantuan beberapa teman, akhirnya sebuah rumah mungil dengan 1 kamar berhasil di kontrak. Dia dan 10 anaknya (termasuk kholid yang kemudian lahir) harus tinggal di rumah tipe 21 dengan 1 kamar. Di tengah kesusahan tak nampak kesedihan di wajahnya. DIa tetap tegar dan selalu memberikan semangat kepada orang lain. Ketegarannya menghadapi cobaan hidup adalah contoh terbesar bagi kami semua.

Kembali ke Ayas.
Hari minggu 8 Desember 2013 kemarin. Kami (saya dan sitri) dititipi Kholid dan AYas oleh BU Mardiana. Beliau harus mencucui di rumah tetangga yang lain untuk mendapatkan penghasilan. MEskipun banyak pihak yang membantu, beliau tetaplah sosok pekerja keras yang tidak ingin menengadahkan tangan terus-menerus. MEnjadi buruh cuci rumah tangga menjadi pilihan, mengingat pekerjaan itulah yang saat ini tersedia.

Hari minggu itu, menjelang jam 11.00 siang kami mengajak Ayas dan Kholid makan soto di warung dekat perempatan. Setelah memesan 3 mangkok soto (Kholid masih kecil jadi disuapi sama istri saya), kami juga memesan minuman teh hangat dan jeruk hangat pilihan AYas.

Suatu hal yang membuat kami takjub, meskipun di rumah dalam kondisi kekurangan AYas tidak tumbuh menjadi pribadi yang rakus ketika ada kesempatan. Sambil makan soto kami juga menawarkan telur puyuh, tempe goreng, sate kerang dan kerupuk yang tersedia. Bahasa Ayas luga, dia selalu menolak tawaran yang melebihi kemampuan perutnya.
"Maaf, saya gak mau nambah, takut gak habis", itulah kata-kata yang selalu diucapkannya setiap kali kami tawari makanan tambahan di luar semangkuk soto.

Pendidikan yang diberikan oleh ibunya di rumah, telah mengajarkannya untuk selalu merasa cukup. TIdak rakus dan berlebihan dalam menikmati sesuatu. Bayangkan kalau sikap ini ada dalam diri setiap kita, terutama para pemimpin bangsa ini. SUngguh krupsi yang telah menggurita itu akan hilang. ORang-orang tamak dan rakus yang tidak pernah merasa cukuplah yang telah menghancurkan bangsa ini.

Terimakasih Ayas, kau telah memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi kami. Selalu merasa cukup, tidak rakus dan tamak dalam menyikapi dunia.

No comments:

Post a Comment