Friday, October 25, 2013

Untukmu Indonesiaku


Pagi itu Senin 17 Agustus 1945, tanggal merah di kalender dan juga hari libur nasional memperingati hari kemerdekaan. Namun hari itu aku gak bisa liburan karena harus mengikuti upacara peringatan kemerdekaan di kampus. Rasanya mau berangkat males dan segan.
Ketika para pahlawan berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini, mereka tidak bertanya apa yang bisa diberikan oleh Indonesia. Mereka tidak bertanya saya mendapat jabatan apa, upah apa atau bahkan bertanya apa untungnya bertaruh nyawa untuk kemerdekaan bangsa. Sekarang ini kita terlalu banyak mengeluh, menuntut, mengolok bahkan menjelek-jelekkan bangsa sendiri.
Saya sempat jengkel ketika mendengar banyak orang pintar dari negeri ini yang lebih bangga menjadi pekerja di negeri lain daripada pulang dan membangun negeri ini. Mereka sering berkata kenapa harus pulang toh apa yang bisa diberikan oleh Indonesia. Kita terlalu banyak menuntut kepada negeri ini padahal kita belum berbuat apa-apa. Kita sering bilang Indonesia payah, banyak korupsi, macet, banjir, sampah. Di bidang pendidikan kita selalu saja merasa minder terjajah dll
Untuk sekedar bangga aja kita pelit. Kita akan terkagum-kagum melihat kehebatan Menara Eifel, tembok cina, taj mahal atau bahkan sekedar air terjun niagara. Namun kita mencibir, biasa aja, ketika mendengar cerita Ramayana, keindahan Borobudur apalagi melihat wayang kulit.
Yang ada adalah kita menjadi generasi pengekor, terombang-ambing gak punya pegangan. Menjadi bagian komoditas budaya dunia yang telah mencerabut jatidiri kita.

Ya demikian kondisi bangsa kita saat ini. Terus kalau gak terima mau apa, mau pindah ke luar negeri menjadi warga negara lain?. Untukmu Indonesiaku, seperti apapun kondisi dan keklurangan yang ada, Indonesia tetaplah tanah air kita. Kekuarangan yang ada, adalah tantangan yang harus dijawab. Kalau kita lari maka sesungguhnya kita pengecut. Ayo generasi muda, para pahlwan telah memebrikan pondasi, mewariskan kemerdekaan dan mengajarkan kita bagaimana menjadi sebuah bangsa yang kuat dan besar.
Tidak ada keberhasilan yang bisa diperoleh tanpa usaha dan tekad yang kuat. Lihatlah ketika kita melempar sebuah batu ke tengah telaga yang airnya tenang. Perlahan lahan gelaombang air yang timbul menyebar dan merata sampai ke tepian. Itulah ibarat, sekecil apapun langlkah kita untuk mengisi kemerdekaan, akan membawa efek yang besar bagi kemajuan bangsa ini.
Generasi 28 telah mengajarkan kepada kita arti pentingnya integrasi sebagai suatu bangsa. Para tokoh generasi 28 yang tergabung dalam Jong Java, Jong Sumatera, Jong Islamatien Bond dan segenap potensi bangsa lainnya telah memberi contoh bagaimana integrasi bangsa terbentuk. Untuk kepentingan yang lebih besar yaitu integrasi nasional, mereka menyisihkan egoisme kesukuan, kebanggaan kelompok dan embel-embel primordial lainnya. Mereka sadar tanpa integrasi nasional maka bangsa ini tidak akan beranjak maju. Perpecahan dan konflik berkepanjangan akan dimanfaatkan pihak luar untuk kembali menjajah bangsa ini.
Terpeliharanya mobilitas horizontal yang memungkinkan transformasi kultural akan membawa Indonesia menuju keadaan yang disebut Global Village. Konsep ini dikembangkan oleh Inis Mc Luhan seorang tokoh komunikasi yang melihat perkembangan alat komunikasi memungkinkan orang di seluruh dunia untuk berhubungan. Hilangnya batasan-batasan geografis sebagai negara karena perkembangan teknologi komunikasi diibaratkan sebagai kondisi desa yang mengglobal. Dalam masyarakat desa, satu sama lain bisa mengenal baik karena tidak ada halangan untuk bertemu dan menjalin komunikasi. Dalam kondisi demikian maka integrasi akan mudah terwujud.


No comments:

Post a Comment