Menjelang pemilu presiden pada 2014 nanti, para kandidat calon presiden dan calon wakil presiden semakin giat menggalang dukungan dari berbagai pihak untuk mendukung pencalonan mereka. Mereka sadar bahwa untuk menjadi pemimpin di Indonesia butuh dukungan dari berbagai pihak, sehingga dukungan dari kelompok atau dari partai politik yang mencalonkan mereka dianggap belum cukup. Hal itu dikarenakan dalam pemilu kali ini tidak ada satupun partai politik yang tampil sebagai single majority. Dukungan dari massa pemilih tersebar ke berbagai partai politik yang berbeda-beda. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk membentuk kepemimpinan nasional butuh dukungan dari kelompok lain di luar keolmpoknya sendiri. Dampaknya adalah maraknya upaya untuk melakukan lobi-lobi politik guna menggalang dukungan bagi pencalonan capres dan cawapres. Salah itu fenomena politik yang cukup menarik untuk diamati adalah menunggu restu dari Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai salah satu tokoh yang dihormati di Jawa. Biasanya beliau akan di datangi dan dimintai restu para calon presiden dan wakil presiden di Yogyakarta.
Dari fenomena ini setidaknya ada dua hal yang bisa dilihat yaitu kepentingan Sultan sebagai tuan rumah dan kepentingan mereka yang datang ke keraton. Di berbagai kesempatan, Sultan dan mereka yang datang ke keraton selalu menegaskan bahwa pertemuan mereka merupakan upaya mempertemukan anak bangsa dari berbagai kelompok dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara ini dan bukan bertujuan kepentingan dukung mendukung dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dilihat dari kepentingan Sultan bisa jadi demikian, karena sejauh ini beliau tidak terlibat langsung sebagai capres atau cawapres. Agenda mempertemukan mereka yang kelak menjadi pemimpin bangsa ini dapat digunakan oleh Sultan untuk memberi masukan bagi kepentingan bangsa kedepan yaitu terjaganya keutuhan bangsa dan negara. Dilain pihak, jika dilihat dari kepentingan para capres dan cawapres yang datang ke keraton tentunya tidak sesederhana itu. Mereka yang mengunjungi Sultan membawa kepentingan lain yang terkait dengan pencalonan mereka. Mereka berharap dengan mengunjungi Sultan akan dapat memperoleh restu dan dukungan bagi kepentingan pencalonan mereka nantinya. Restu dan dukungan yang diberikan oleh Sultan berarti tambahan dukungan pemilih bagi mereka. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa pentingkah restu dan dukungan Sultan tersebut sehingga para capres dan cawapres ini menganggap pertemuan dengan beliau merupakan agenda penting berkaitan dengan pencalonan mereka.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut tidak ada salahnya jika kita menyimak apa yang diutarakan oleh Clifford Geerz berkaitan dengan kehidupan politik di Indonesia. Menurut Geerzt ada tiga kekuatan politik utama dalam perpolitikan di Indonesia yaitu kaum abangan, kaum santri dan kaum priyayi. Kaum abangan cenderung berpihak dan memberikan dukungan kepada politikus atau partai yang tradisional, sekular dan nasionalistik. Kaum santri cenderung berpihak dan memberikan dukungan kepada politikus atau partai beraliran Islam, sedangkan golongan priyayi merupakan orang-orang yang memiliki pengaruh kuat dan dukungan dari masyarakat.
Selain itu, terkait pula dengan karakteristik budaya politik masyarakat Indonesia yaitu kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage atau istilah James Scott disebut sebagai patron-client.Patron merupakan orang-orang yang memiliki sumber daya untuk mempengaruhi clientnya seperti sumberdaya kekuasaan, kedudukan, perlindungan, rasa kasih sayang dan kekayaan, sedangkan client memiliki dukungan, tenaga dan loyalitas. Client biasanya akan mengikuti apa yang dikatakan oleh patron mereka termasuk dalam dukungan politik, sehingga mendapat dukungan dari seorang patron sama saja dengan mendapat dukungan dari client pendukungnya.
Sebagai Raja Jawa, Sultan adalah simbol priyayi dan patron (pemimpin) yang dicintai oleh rakyatnya. Rakyat yang berdiri di belakang Sultan adalah pendukung yang loyal dan mencintainya, sehingga mendapat dukungan dan restu dari sultan merupakan modal tersendiri bagi capres dan cawapres. Contoh dari loyalitas dan kecintaan pendukungnya terhadap Sultan dapat dilihat dari keinginan mereka beberapa waktu lalu untuk tetap menempatkan beliau sebagai gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Loyalitas dan kecintaan mereka terbentuk karena perilaku Sultan selama memimpin yang berpihak kepada kepentingan mereka.
Sebagai Raja Jawa, Sultan adalah simbol priyayi dan patron (pemimpin) yang dicintai oleh rakyatnya. Rakyat yang berdiri di belakang Sultan adalah pendukung yang loyal dan mencintainya, sehingga mendapat dukungan dan restu dari sultan merupakan modal tersendiri bagi capres dan cawapres. Contoh dari loyalitas dan kecintaan pendukungnya terhadap Sultan dapat dilihat dari keinginan mereka beberapa waktu lalu untuk tetap menempatkan beliau sebagai gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Loyalitas dan kecintaan mereka terbentuk karena perilaku Sultan selama memimpin yang berpihak kepada kepentingan mereka.
Siapa saja yang ingin menjadi presiden dan wakil presiden sangat membutuhkan dukungan dari tiga kelompok ini dan tidak bisa meninggalkan salah satunya. Tidak mengherankan jika patron-patron politik lain seperti juga laris dimintai restunya. Tokoh yang dianggap sebagai representasi kelompok Islam merupakan patron politik yang memegang peran signifikan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden kali ini. Seperti halnya Raja Jawa, dibelakang mereka juga berdiri pendukung-pendukung yang loyal dan mencintai mereka, sehingga dukungan dan restu yang diberikan akan membawa pengaruh yang besar terhadap dukungan dari pemilih yang berdiri di belakang mereka. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa restu dan dukungan Sultan sebagai Raja Jawa merupakan modal yang signifikan bagi mereka yang akan bersaing dalam pemilihan presiden dan wakil presiden nanti sehingga bersilaturahmi ke keraton untuk mendapat restu dan dukungannya merupakan agenda penting bagi para capres dan cawapres.
No comments:
Post a Comment